WELCOME ALL VISITORS

Terimakasih karena anda sudah mengunjungi blog ini

Rabu, 30 Juni 2010

askep Gagal jantung

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara abnormal
Penyakit gagal jantung sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti TBC atau Efusi pleura. Hal ini disebabkan karena posisi kedua organ berada di daerah yang hampirsama letaknya .Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien gagal jantung sering menunjukkan gejala Dilatasi, Hipertropi, Aktifitas simpatis meningkat HR meningkat, TD meningkat, Vasokontriksi perifer,Retensi Na dan H2 O untuk mengetahui venous return, Ekstrak O2 oleh jaringan tubuh meningkat.
Oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit organ dalam, patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis gagal jantung serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gagal jantung ?
2. Apa saja macam-macam gagal jantung ?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal jantung ?
C. Tujuan
1. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan gagal jantung
2. Mengetahui Apa saja macam-macam gagal jantung
3. Mengetahui Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal jantung







BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara abnormal
Ketidakmampuan miocard berkontraksi sempurna (kegagalan miocard) secara umum disebabkan oleh :
• Stroke volume dan cardiac output menurun MCI, cardiomiopati dan miocarditis
• Beban tekanan berlebihan (afterload) sehingga pengosongan ventrikel terhambat menyebabkan stroke volume menurun hipertensi dan stenosis aorta
• Kebutuhan metabolisme meningkat anemia, demam dan tirotoksikosis
• Hambatan pengisian ventrikel disebabkan oleh gangguan aliran masuk ke ventrikel, output ventrikel berkurang, cardiac output menurun, bendungan arteri pulmonalis dan beban sistolik pada ventrikel kanan.
B. Faktor-faktor
Faktor presdiposisi gagal jantung adalah penyakit yangmenimbulkan penurunan fungsi ventrikel seperti penyakit arteri koroner, hipertensi, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah atau penyakit kongenital dan keadaan yang membatasi pengisian ventrikel seperti stenosis mitral, kardiomiopati atau penyakit pericardial
Faktor pencetus gagal jantung antara lain meningkatnya asupan garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infark miocard akut esensial, serangan hipertensi, aritmia akut, infeksi atau demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan dan endokarditis infektif.
Sebelum terjadi dekompensasi jantung atau gagal jantung, didahului oleh mekanisme kompensasi yaitu :
• Dilatasi
• Hipertropi
• Aktifitas simpatis meningkat HR meningkat, TD meningkat, Vasokontriksi perifer
• Retensi Na dan H2 O untuk mengetahui venous return
• Ekstrak O2 oleh jaringan tubuh meningkat

Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas :
• Gagal jantung kiri (Decompensatio cordis sinistra)
• Gagal jantung kanan (Decompensatio cordis dextra)
• Gagal jantung kongestif (Congestive Hearth Failure)
C. Patofisiologi
1. Patofisiologi gagal jantung kanan
Gangguan fungsi pompa ventrikel

Curah jantung kanan menurun dan tekanan akhir sistole ventrikel kanan meningkat

Bendungan pada vena-vena sistemik, tekanan vena kava meningkat

Hambatan arus balik vena

Bendungan sistemik

2. Patofisiologi gagal jantung kiri
Bendungan sistemik

Aliran darah ke atrium dan ventrikel kiri menurun atau terjadi gangguan fungsi pompa ventrikel

Curah jantung kiri menurun dan tekanan akhir diastole ventrikel kiri meningkat

Bendungan vena pulmonalis

Edema paru Gangguan sistem pernafasan

Gagal Jantung Kongestif (= Congestive Health Failure/CHF) gabungan gagal jantung kiri dan kanan


D. Tanda dan gejala
GAGAL JANTUNG KANAN GAGAL JANTUNG KIRI
Oedema /pitting odema
Anoreksia/perut kembung
Nausea
Ascites
Jugulare Vein Pressure meningkat
Pulsasi vena jugularis
Hepatomegali/liver engorgement
Fatiq
Hipertropi jantung kanan
Irama derap/gallop ventrikel kanan
Irama derap/gallop atrium kanan
Mumur
Tanda-tanda penyakit paru kronik
Bunyi P2 mengeras
Hidrothorax Lemas/fatique
Berdebar-debar
Sesak nafas (dyspneu d’effort)
Orthopnea
Dyspnea nocturnal paroxismal
Pembesaran jantung
Keringat dingin
Takhikardia
Kongesti vena pulmonalis
Ronchi basah dan wheezing
Terdapat BJ III dan IV (Gallop)
Cheynes stokes



















New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4
(empat) kelas, antara lain :
• Kelas 1 = bila klien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan
• Kelas 2 = bila klien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktifitas sehari-hari tanpa keluhan
• Kelas 3 = bila klien tidak dapat melaksanakan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan
• Kelas 4 = bila klien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun an harus tirah baring

E. Diagnosa gagal jantung kongestif (kriteria Framingham), meliputi :
Kriteria mayor :
• Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
• Peningkatan tekanan vena jugularis
• Ronki basah tidak nyaring
• Kardiomegali
• Edema paru akut
• Irama derap S3(gallop rhythm)
• Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2O
• Refluks hepatojugular
Kriteria minor :
• Edema pergelangan kaki
• Batuk malam hari
• Dyspneu d’effort
Kriteria mayor atau minor :
• Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi

Diagnosa ditegakkan dengan mendapatkan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor + 2 kriteria minor yang ditemukan pada saat yang sama/bersamaan.

F. Pemeriksaan penunjang :
• Pemeriksaan foto thoraks mengidentifikasi kardiomegali, infiltrat prekordial kedua paru dan effusi pelura
• EKG mengidentifikasi penyakit yang mendasari seperti infark miocard dan aritmia
• Pemeriksaan lain seperti Hb, leukosit, ekokardiografi, angiografi, fungsi ginjal dan fungsi tiroid dilakukan atas indikasi

G. Penatalaksanaan
• Menghilangkan faktor pencetus
• Mengendalikan gagal jantung dengan memperbaiki fungsi pompa jantung, mengurangi beban jantung dengan pemberian diet rendah garam, diuretik dan vasodilator
• Menghilangkan penyakit yang mendasarinya, baik secara medis atau bedah
• Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen, diusahakan agar PaCO
• sekitar 60 – 100 mmHg (saturasi O290 – 98 %) dan menurunkan konsumsi O
• Pemberian obat-obatan sesuai dengan program, seperti morfin diberikan untuk menurunkan faktor preload dan afterload ; Furosemide untuk mengurangi oedema/diuresis ; Aminofilin untuk merangsang miokardium ; obat Inotropik (Digitalis glikosida, Dopamin HCL, Phosphodiesterase inhibitor) meningkatkan kontraktilitas miokardium ; ACE inhibitor menurunkan afterload dan meningkatkan kapasitas fisik ; Nitrogliserin untuk menurunkan hipertensi vena paru.
• Bila perlu monitoring menggunakan Central Venous Pressure atau juga dengan Swan Ganz Chateter.

H. Komplikasi
• Edema paru
• Fenomena emboli
• Gagal/ infark paru gagal nafas
• Cardiogenik syok

I. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a) Riwayat keperawatan
b) Reaksi dan persepsi klien/keluarga
c) Gejala umum
• Data subjektif fatique/kelelahan, anoreksia, nausea/vomitus, ansietas, nokturia
• Data objektif takhipnea, nokturia, takhikardia, Gallops (S3 dan S4), cyanosis perifer, rales, ronkhi, aritmia, intoleransi aktifitas, dyspnea
d) Gejala khusus gagal jantung kanan
• Tekanan vena meningkat distensi vena jugularis
• Edema ekstremitas bawah/tungkai, sakrum, genitalia
• Ascites
• Nyeri abdomen kwadran kanan atas
• Hepatosplenomegali
• Berat badan meningkat secara drastis
• Penurunan output urine
• Anoreksia
e) Gejala khusus gagal jantung kiri
• Nafas pendek/sesak nafas
• gelisah
• Dyspnea rest or exertional
• Orthopnea & tachypnea
• Batuk, rales dan ronchi
• Hemoptisis
• Tekanan darah meningkat
• Hipoxemia
• Krekles/ronki
• Cyanosis
• Odema paru

f) Pemeriksaan diagnostik
• EKG
• Foto thoraks
• Echocardiografi
• Kateterisasi jantung


2. Diangosa Keperawatan, Perencanaan dan Implementasi
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanik (preload dan afterload atau kontraktilitas).
• Rencana tindakan :
Kaji dan pantau vital sign setiap 4 jam sesuai indikasi
Berikan dukungan emosional dengan memberikan penjelasan sederhana
Pantau in take dan out put cairan
Meningkatkan kemampuan pompa jantung dengan pemberian obat-obatan,
seperti Digitalis (Digoxin, Cedilanit), Agen inotropik, Pacemaker.
Menurunkan beban kerja jantung istirahat, menurunkan kecemasan, terapi vasodilator
13
Toleransi terhadap aktifitas meningkat
• Kriteria hasil :
Curah jantung klien adekuat kembali ditandai dengan :
Tanda vital dalam batas normal yang dapat diterima sesuai batas usia
Frekwensi jantung dan curah jantung dalam batas diterima
Haluaran urine meningkat

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveol yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan kapiler paru
• Rencana tindakan :
Kaji dan pantau adanya perubahan dalam pernafasan
Pantau seri analisa gas darah arteri
Anjurkan klien untuk menghindari merokok atau menggunakan produk tembakau
Menurunkan kecemasan
Posisi semi fowler
Jika terjadi hipoksemia tanpa hipercapnia (penurunan kesadaran akibat peningkatan PaCO2) berikan O2 via masker ; bila O2< 60 mmHg, lakukan intubasi dan bila gagal beri tindakan ventilasi (ventilator).
Meningkatkan pertukaran gas
• Kriteria hasil :
Klien memperlihatkan perbaikan pertukaran gas ditandai dengan :
Klien bernafas tanpa kesulitas
Menunjukkan perbaikan pernafasan
Paru bersih pada auskultasi
Kadar PO2 dan PCO2 dalam batas normal

c. Perubahan volume cairan : berlebihan berhubungan dengan gangguan mekanisme pengaturan
• Rencana tindakan :
Kaji dan pantau adanya peningkatan atau penurunan tekanan vena jugularis
Lakukan pemeriksaan fisik sistem pernafasan secara teratur atau bila dibutuhkan
Pertahankan cairan parenteral ; hindari hidrasi berlebihan dan cepat
Pantau in take dan out put cairan
Timbang berat badan klien setiap hari dengan timbangan yang sama
Pantau hasil pemeriksaan laboratorium
Pertahankan diet pembatasan natrium sesuai dengan indikasi

• Kriteria hasil :
Klien memperlihatkan tidak adanya tanda kelebihan beban cairan ditandai dengan :
Tidak adanya odema
Penurunan berat badan/kembali pada berat badan dasar
Tidak ditemukan peningkatan vena jugularis

d. Tidak toleransi terhadap aktifitas berhubungan dengan penurunan cardiac output ; supply oksigenasi serebral menurun ; oedema paru akut
• Rencana tindakan :
Kaji dan pantau adanya tanda intoleransi aktifitas
Identifikasi faktor yang diketahui menyebabkan kelelahan
Bantu ADL dan tingkatkan aktifitas seusia indikasi
Latihan nafas dalam dan batuk efektif
Pertahankan klien tetap tirah baring/Fasilitasi untuk tidur
• Kriteria hasil :
Klien mendemonstrasikan peningkatan aktifitas yang ditoleransi
Vital sign dalam batas yang dapat diterima selama dan sesudah aktifitas
Mengungkapkan peningkatan energi untuk melakukan aktifitas sehari-hari

e. Perubahan status nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorpsi zat-zat gizi sekunder terhadap penurunan curah jantung
• Rencana tindakan :
Pantau adanya tanda-tanda malnutrisi, seperti penurunan berat badan drastis, stormatitis, anoreksia, kelemahan dan sebagainya
Timbang berat badan klien setiap hari
Pertahankan diet sesuai indikasi dan support klien untuk menghabiskan diet
Berikan makanan sedikit dengan porsi kecil dan sering
Lakukan pemasangan selang makanan atau nutrisi parenteral sesuai indikasi
• Kriteria hasil :
Klien memperlihatkan status nutrisi yang adekuat ditandai dengan :
Berat badan membaik atau normal sesuai usia dan bentuk badan
Nafsu makan membaik
Turgor kulit baik

Tanda dan gejala toksik digitalis, meliputi bradicardia, pulse defisit, mual – muntah, nyeri abdomen, diare, sakit kepala, diplopia, bingung, iritable, lemah

J. Pendidikan kesehatan
1. Monitoring tanda dan gejala, seperti peningkatan berat badan > 1 kg/hari, edema, sesak dan lain-lain
2. Pengaturan aktifitas
3. Pengenalan nama, dosis, waktu, dan cara mengkonsumsi obat serta hal-hal yang harus diperhatikan selama pengobatan terutama untuk digitalis dan diuretic
4. Informasi tentang diet, meliputi pembatasan garam dan air ; tidak kekenyangan atau tergesa-gesa dalam segala hal
5. Informasi untuk perawatan dirumah dan tindakan bila timbul masalah



















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
KLIEN DENGAN GAGAL JANTUNG
(HEART FAILURE/DECOMPENSATIO CORDIS)

A. PENGKAJIAN
BIODATA
Nama : Tn. T
Sumber Informasi : Pasien dan istrinya
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Alamat : Jl. Lamongan-Babat No.75
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Swasta
Keluarga Terdekat : Istri
Tanggal MRS : 23-04-2010
Tgl pengkajian : 25-04-2010

RIWAYAT KESEHATAN KLIEN
1. Keluhan Utama / Alasan Masuk Rumah Sakit :
MRS : Klien dirujuk dari RS Anwar medica dengan indikasi, Gagal jantung / PJK,
Saat pengkajian : klien masih mengeluh sesak napas dan badan terasa lemah. Keringan dingin, Rasa seperti demam.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien mengatakan selama 1 bulan ini waktu tidur terlalu malam dan cepat lelah. Faktor yang memperberat : Bila batuk atau melakukan aktivitas. Dan upaya yang dilakukan untuk mengatasinya : Bangun dan duduk sebentar, Pergi ke RSU Anwar medica, dirawat 1 minggu kemudian dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Diagnosa medik : Decompensasi Cordis / Old Myocard Infark
3. Riwayat Penyakit Yang Lalu :
Klien mengatakan tidak punya penyakit DM, hipertensi, dll


4. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Klien mengatakan seluruh keluarganya tidak ada yang menderita penyakit yang dialami

POLA AKTIVITAS SEHARI – HARI
A. Pola tidur / istirahat :
1. waktu Tidur : RM 21.00 WIB RS : Tidak teratur
2. Waktu Bangun : RM 05.00 WIB RS : teratur
3. Masalah Tidur : Ada masalah tidur jika sesak nafas dan nyeri dada timbul
4. Hal – hal yang mempermudah tidur : Memakai bantal lebih dari tiga
5. Hal – hal yang mempermudah pasien terbangun : Suasana yang ramai dan jika sesak nafas dan nyeri dada timbul.


B. Pola Eliminasi :
1. BAB :
• RM : Frekuensi : 1-3 X/hr(pagi dan siang), warna : kuning, konsistensi : lembek, bau : khas
• RS : Tidak teratur, jika ingin baru BAB, warna kuning, lembek, bau khas
2. BAK :
• RM : Frekuensi : 4-5 X/hr, warna : kuning, sebanyak : kurang lebih 1500cc/hr, bau : amoniak
• RS : Tidak teratur, berwarna kuning, sebanyak kurang lebih 1000cc/hr, bau amoniak
3. Kesulitan BAB / BAK : tidak mengalami kesulitan BAB dan BAK
4. Upaya / cara mengatasi masalah tersebut : tidak ada

C. Pola Makan Dan Minum :
1. Jumlah dan jenis makanan : Nasi, sayur, lauk, buah
2. Waktu pemberian makanan : 3 kali sehari (pagi,siang,dan malam)
3. Jumlah dan jenis cairan : Kurang lebih 1500cc/hr
4. Waktu pemberian cairan : Setelah makan, sore, dan bangun tidur
5. Pantangan : Tidak ada
6. Masalah makan dan minum :
a. Kesulitan mengunyah : Tidak ada kesulitan mengunyah
b. Kesulitan menelan : Tidak ada kesulitan menelan
c. Mual dan muntah : Tidak ada mual dan muntah
d. Tidak dapat makan sendiri : Klien dapat makan sendiri
7. Upaya mengatasi masalah : Tidak ada
8. Berat dan tinggi badan : 53 kg, 170 cm
9. Perubahan berat 6 bulan terakhir : Tidak pernah menimbang berat badan

D. Kesehatan diri / Personal hygiene :
1. Pemeliharaa badan :
RM : Mandi 2X sehari (pagi dan sore)
RS : Klien diseka saat pagi dan sore
2. Pemeliharaan gigi dan mulut :
RM : Gosok gigi 2X sehari waktu mandi
RS : Klien gosok gigi 1X sehari waktu pagi
3. Pemeliharaan kuku :
Kurang teratur, saat merasa sudah panjang baru di potong

E. Pola kegiatan / aktivitas lain :
RM : Bekerja/beraktivitas seperti biasanya
RS : Klien hanya berbaring ditempat tidur
DATA PSIKO SOSIAL
A. Pola komunikasi :
1. Bicara : jelas, Bahasa utama : Indonesia Bahasa daerah : Jawa
2. Tempat tinggal : Dengan istri dan 4 orang anak
3. Kehidupan keluarga :
• Adat yang dianut : Jawa
• Pembuatan keputusan : Sendiri, kadang dibantu istri.
• Pola komunikasi : Baik
• Keuangan : Memadai
• Kesulitan dalam keluarga : Tidak ada
4. Yang dilakukan jika stres : Memecahkan masalah
B. Orang yang paling dekat dengan klien :
Istri dan anak
C. Rekreasi
Hobby : membaca
Penggunaan waktu senggang : membaca
D. Dampak dirawat di Rumah Sakit :
Kebiasaan membaca berkurang
E. Hubungan dengan orang lain / interaksi sosial :
Hubungan pasien dengan orang lain, dokter dan perawat baik
F. Keluarga yang dihubungi bila diperlukan :
Istri klien

DATA SPIRITUAL
A. Ketaatan beribadah :
RM : Sholat 5 waktu sehari dan mengaji
RS : Sholat 5 waktu sehari
B. Keyakinan terhadap sehat / sakit :
Klien yakin sehat dan sakit adalah pemberian Tuhan
C. Keyakinan terhadap penyembuhan :
Klien optimis akan sembuh dengan ikhtiar yang dilakukan (pengobatan)

PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesan umum / keadaan umum :
Lemas

B. Tanda – tanda vital :
Suhu tubuh : 37 0C
TD : 80/60 mmHg
TB : 170 cm
Nadi : 48X/menit
RR : 30X/menit
BB : 53 kg

C. Pemeriksaan kepala dan leher :
1. Kepala dan rambut
a. Bentuk kepala : Bulat lonjong
Kulit kepala : Bersih, tidak ditemukan ketombe
b. Rambut
Penyebaran dan keadaan rambut : Botak di bagian depan
Bau : Khas
Warna : Hitam
c. Wajah
Warna kulit : Coklat sawo matang
Struktur wajah : Ada bekas jerawat
2. Mata
a. Kelengkapan dan kesimetrisan : Lengkap dan simetris, memakai kaca mata
b. Kelopak mata ( Palpebra ) : Tidak dikaji
c. Konjungtiva dan sklera : Tidak anemis
d. Pupil : Akomodasi baik
e. Kornea dan iris : Tidak ada peradangan
f. Ketajaman penglihatan / visus : Tidak dikaji
g. Tekanan bola mata : Tidak dikaji
3. Hidung
a. Tulang hidung dan posisi septum nasi : Simetris tidak ada pembengkakan
b. Lubang hidung : Tidak ada lesi dan sumbatan
c. Cuping hidung : Tidak ada pernafasan cuping hidung
d. Reaksi alergi : Tidak ada reaksi alergi
e. pernah mengalami flu : Pernah
f. bagaimana frekuensinya dalam setahun : 3 X setahun
g. perdarahan : Tidak ada perdarahan
4. Telinga
a. Bentuk telinga : Simetris
Ukuran telinga : Sama antara kanan dan kiri
Ketegangan telinga : Tidak dikaji
b. Lubang telinga : Sama antara kanan dan kiri, tidak ada serumen
c. Ketajaman pendengaran : Klien dapat mendengarkan dengan jelas

5. Mulut dan faring
a. Keadaan bibir : Mukosa bibir basah
b. Keadaan gusi dan gigi : Gusi tidak berdarah dan gigi tidak ada kelainan
c. Keadaan lidah : Bersih
d. Orofaring : Tidak ada kelainan pada orofaring
e. Gangguan pembicaraan : Tidak ada gangguan pempicaraan
f. Pemeriksaan gigi terakhir : Tidak pernah memeriksakan gigi
6. Leher :
a. Posisi trekhea : Tepat berada ditengah
b. Tiroid : Tidak ada pembesaran tiroid
c. Suara : Tidak ada pembesaran suara
d. Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran kelenjar limpfe
e. Vena jugularis : Tidak ada pembesaran vena jugularis
f. Denyut nadi karotis : Tidak teraba

D. Pemeriksaan integumen (kulit)
1. Kebersihan : Baik
2. Kehangatan : Normal
3. Warna : Sawo matang
4. Turgor : Normal (< 2 detik)
5. Integritas : Dalam batas normal.
6. Tekstur : Kasar
7. Kelemahan : Tidak ada kelemahan
8. Kelainan pada kulit : Tidak ada kelainan

E. Pemeriksaan payudara dan ketiak
1. Ukuran dan bentuk payudara : Simetris antara kanan dan kiri
2. Warna payudara dan areola : Coklat kehitaman
3. Kelainan-kelainan payudara dan puting : Tidak ada kelainan
4. Aksila dan klavikula : Aksila berbulu lebat

F. Pemeriksaan thoraks/ dada
1. Inspeksi thoraks
a. Bentuk thoraks : Simetris, bidang
b. Pernapasan
• Jumlah : 30X/menit
• Irama : Irreguler saat kambuh
c. Tanda-tanda kesulitan bernapas : Sering terjadi sesak nafas
2. Pemeriksaan paru :
a. Suara paru : Ronchi basah
b. Pola napas : Teratur, dan ada batuk
c. sputum : Tidak ada kelainan
d. Nyeri : Tidak ada nyeri tekan
e. Kemampuan melakukan aktifitas : Kemampuan melakukan aktifitas terbatas
f. Batuk darah : Tidak ada batuk darah
3. Pemeriksaan Jantung
a. Nadi perifer : Brachikardi
b. Capilary refilling : Kurang dari 3 detik
c. Distensi vena jugularis : Ada
d. Suara jantung : Tidak ada aritmia
e. Suara jantung tambahan : Tidak ada bunyi suara jantung tambahan
f. Edema : Terjadi edema
g. Palpitasi : Tidak ada palpitasi
h. Baal : Adanya baal
i. Perubahan warna kulit : Tidak tampak,
j. Clubbing : Tidak ada clubbing

G. pemeriksaan abdomen
1. Inspeksi
• Bentuk abdomen : Buncit
• Benjolan/massa : Tidak ada benjolan/massa
2. Auskultasi
• Peristaltik usus : 9 x/menit
• Bunyi jantung anak (BJA) : Tidak ada BJA
3. Palpasi
• Tanda-tanda nyeri tekan : Tidak ada tanda-tanda nyeri tekan
• Benjolan/massa : Tidak ada benjolan/massa
• Tanda-tanda asites : Tidak ada tanda-tanda ascites
• Hepar : Tidak ada pembesaran hepar
• Lien : Tidak ada pembesarran lien
• Titik mc burney : Tidak ada nyeri tekan
4. Perkusi
• Suara abdomen : Dullnes
• Pemeriksaan asites : tidak ascites

H. Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
1. Genetalia
a. Rambut pubis : Tidak dikaji
b. Lubang uretra : Tidak dikaji
c. Kelainan-kelainan pada genetalia eksterna dan daerah inguinal : Tidak dikaji
2. Anus dan perineum
a. Lubang anus : Tidak dikaji
b. Kelainan-kelainan pada anus : Tidak dikaji
c. Perineum : Tidak dikaji

I. Pemeriksaan muskuloskeletal (ekstremitas)
1. Nyeri : Tidak ada nyeri sendi
2. Pola latihan gerak : Berkurang
3. Kekakuan : Tidak ada kekakuan

J. Pemeriksaan neurologi
1. Tingkat kesadaran : Compas mentis
2. Orientasi : Orientasi baik
3. Koordinasi : Kurang koordinasi
4. Pola tingkah laku : Pola tingkah laku masih dalam batas normal
5. Riwayat epilepsi/kejang/parkinson : Tidak ada riwayat epilepsi/kejang/parkinson
6. Refleks: Refleks baik
7. Kekuatan menggenggam: Kekuatan menggenggam menurun
8. Pergerakan ekstremitas : Pergerakan ekstremitas terbatas

K. Pemeriksaan status mental
1. Kondisi emosi/perasaan : Kondisi emosi stabil dan terkontrol
2. Orientasi : Klien dapat mengenali tempat, waktu dan lingkungan
3. Proses berfikir (ingatan, atensi, keputusan, perhitungan) : Tidak ada gangguan proses berfikir
4. Motivasi (kemauan) : Klien ingin cepat sembuh
5. Persepsi : Persepsi tentang penyakitnya baik
6. Bahasa : Jawa dan Indonesia

L. Keadaan ektremitas :
1. Edem perifer : Adanya edem perifer
2. Syncope : Kadang-kadang ada syncope
3. Rasa pusing : Ada rasa pusing
4. CVP : Tidak dipasang
5. Reflek Hepatojugularis : Ada Reflek Hepatojugularis























ANALISA DATA

NAMA : Tn. T
NO. REGISTER : 050408

KARATERSTIK DATA KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH

Data subyektif :
Klien mengeluh lemah, cepat lelah, sesak napas, sulit melakukan aktivitas karena lelah, terasa berdebar –debar. Sering terbangun pada malam hari karena sesak dan nyeri dada

Data Obyektif :
• TD 80/60 mmHg
• Nadi 48 X/menit, Ireguler
• Denyut dan irama jantung tidak teratur
• Kulit dingin
• Cappilary refill kurang dari 3 detik,
• Oedema pada kedua tungkai.
Menurunnya Kontraksi Jantung
Penurunan Cardiac output

Data Subyektif
Klien sering mengeluh sesak bila bangun dari tidur atau bangun dari duduk.

Data Obyektif
• Berkeringat dingin bila merubah posisi dari tidur langsung duduk. Atau duduk langsung berdiri
• Tanda vital setelah bangun dari tempat tidur
 TD :80/60 mmHg
 Nadi : 48 x/mnt
 RR. :30x/mnt.
Ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan akan oksigen
Tidak toleransi terhadap aktivitas
Data Subyektif :
Pasien mengatakan bahwa ia cemas dengan penyakinya karena kata orang penyakitnya (jantung) berbahaya , Pasien bertanya tentang –perkembangan penyakitnya

Data obyektif :
• Klien sering merenung dan susah tidur,
• Klien banyak bertanya
• Ekpresi wajah klien cemas Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya Cemas























DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN :

NAMA : Tn T
NO. REGISTER : 050408

NO. TGL. MUNCUL DIAGNOSA KEPERAWATAN TGL. TERATASI TTD
1. 25-04-2010 Penurunan Cardiac Out Put berhubungan dengan penurunan Kontraksi myocard.

2. 25-04-2010 Tidak toleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen.

3. 25-04-2010 Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan perkembangannya.















RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NAMA : Tn. T
NO. REGISTER : 050408

NO TANGGAL DX KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
1. 25-04-10 Penurunan Cardiac Out Put berhubungan dengan penurunan Kontraksi myocard.
Setelah dilakukan tindakan keperwatan selama 2X24 jam diharapkan keadaan jantung klien stabil. • TD 120/80 mmHg
• Nadi 80 X/menit, dan reguler
• Denyut dan irama jantung teratur
• Kulit hangat
• Cappilary refill lebih dari 3 detik,
• Tidak adanya oedema pada kedua tungkai 1. Bina hubungan saling percaya denga klien dan keluarga klien


2. Kaji dan lapor tanda penurunan CO.

3. Monitor dan catat ECG secara continue untuk mengkaji rate, ritme dan setiap perubahan per 2 atau 4 jam atau jika perlu. Buat ECG 12 lead.


4. Kaji dan monitor tanda vital.


5. Mempertahankan bed rest dengan kepala tempat tidur elevasi 300 selama 24 – 48 jam pertama

6. Kolaborasikan dengan tim medis untuk pemberian obat – obatan.

7. Melanjutkan pengkajian dan moitor tanda penurunan CO. Auskultasi suara paru – paru dan jantung tiap 4 – 8 jam.

Agar klien dan keluarga lebih kooperatif terhadap tindakan keperawatan yang akan dilakukan
Kejadian mortality dan morbidity terjadi pada 24 jam pertama.

Ventrikal vibrilasi sebab utama kematian terjadi dalm 4 – 12 jam I dari terjadinya serangan. ECG 12 lead mengidentufikasi lokasi MI.


Mendeteksi terjadinya disfungsi myocard karena komplikasi.


Untuk mengurangi tuntutan kebutuhan O2 myocard.

Siap membantu pengaturan pemberian obat – obat IV.

Monitor tanda – tanda komplikasi awal, Contoh : MI yang meluas, cardioganic yang meluas, cardioganic shock. Heart failure. Miocardial ruptur, yang mungkinterjadi dalam 10 hari dari terjadinya serangan, monitor yang hati – hati diperlukan untuk mendeteksi hipotensi dan distitmia dan melangkah ke level aktifitas berikutnya yang sesuai.

2. 25-04-10 Tidak toleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen.
Setelah dilakukan tindakan intervensi selam 2X24 jam diharapkan aktivitas klien terpenuhi. • Berkeringat dingin bila merubah posisi dari tidur langsung duduk. Atau duduk langsung berdiri
• Tanda vital setelah bangun dari tempat tidur
o TD :120/80 mmHg
o Nadi : 80 x/mnt
o RR. :18x/mnt 1. Kaji hal hal lain yang menyebabkan klien lemah,seperti nyeri dan obat

2. Monitor tingkat intoleransi aktifitas




3. Tingkatkan aktifitas klien sesuai kemampuan




4. Bantu klien untuk merawat diri sendiri dan pemenuhan kebutuhan dasar
Untuk mengetahui respon klien terhadap aktifitas.


Untuk mengetahui tingkat aktifitas yang dapat ditolerir oleh klien.
Kelemahan dapat disebabkan oleh hal lain seperti nyeri dan obat obatan

Untuk menghindari adanya aktifitas yang berlebihan, sehingga berakibat fatal.
Dapat meningkatkan kompensasi jantung terhadap aktifitas

Dilakukan dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan dasar klien

3. 25-04-10 Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan perkembangannya.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 1X24 jam diharapkan klien mengetahui tentang penyakinya. • Klien jarang merenung dan mudah tidur
• Klien tidak banyak bertanya
• Ekpresi wajah klien tidak menunjukkan kecemasan
1. Kaji tanda – tanda dan ekspresi verbal dari kecemasan.



2. Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat. Memberi obat – obatan yang sedatif sesuai pesanan.

3. Temani pasien selama periode kecemasan tinggi beri kekuatan, gunakan suara tenang.

4. Berikan penjelasan yang singkat dan jelas untuk semua prosedur dan pengobatan.

5. Ijinkan anggota keluarga membantu pasien, bila mungkin rujuk ke penasihat spiritual

6. Mendorong pasien mengekspresikan perasaan perasaan, mengijinkan pasien menangis.

7. Mulai teknik relaksasi contoh : nafas dalam, visual imergery, musik – musik yang lembut.
Level kecemasan berkembang ke panik yang merangsang respon simpatik dengan melepaskan katekolamin. Yang mengkontribusikan peningkatan kebutuhan O2 myocard.

Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.





Pengertian yang empati merupakan pengobatan dan mungkin meningkatkan kemampuan copyng pasien.

Memberi informasi sebelum prosedur dan pengobatan meningkatkan komtrol diri dan ketidak pastian.

Penggunaan support system pasien dapat meningkatkan kenyamanan dan mengurangi kelengangan.
Menerima ekspresi perasaan membantu kemampuan pasien untuk mengatasi ketidak tentuan pasien dan ketergantungannya.

Untuk mengalihkan pasien dari peristiwa – peristiwa yang baru saja terjadi.




CATATAN KEPERAWATAN

NAMA : Tn. T
NO. REGISTER : 050408

NO TGL/JAM NO. DX TINDAKAN TTD

1.
2.




3.

4.

5.
6.



7.




8.



9.

10.




11.
12.


13.




14.


15.

16.

17.
18.


19. 25-04-10
07.30
09.00




09.30

12.30

13.00
13.30


26-04-10
09.00




12.30


25-04-10
08.00

09.00




10.00
10.30

26-04-10
09.00




10.00

25-04-10
08.15

08.30

08.45
11.30


14.00
I














I








II










II







III








Memasang Infus RL 500 cc/jam
Mengukur TTV
o TD : 80/60 mmHg
o Nadi : 48X/menit
o Suhu : 370C
o RR : 30X/menit
Memberikan Posisi Tidur dengan sudut elevasi kepala tempat tidur sebesar 30 0
Memberikan Injeksi dopamin 2 mg secara intravena
Memonitor tanda penurunan CO
Melakukan EKG 12 lead, Interprestasi hasil : Old Myocard Infark


Mengukur TTV
o TD : 90/70 mmHg
o Nadi : 60X/menit
o Suhu : 360C
o RR : 24X/menit
Memberikan Injeksi dopamin 2 mg secara intravena


Melakukan anamnesa tentang penyebab klien merasa cepat lelah.
Mengukur TTV
o TD : 80/60 mmHg
o Nadi : 48X/menit
o Suhu : 370C
o RR : 30X/menit
Memberikan Oksigen 2 Liter permenit
Membantu klien untuk merawat diri sendiri dan pemenuhan kebutuhan dasar

Mengukur TTV
o TD : 90/70 mmHg
o Nadi : 60X/menit
o Suhu : 360C
o RR : 24X/menit
Memberikan Oksigen 2 Liter permenit


Memberikan penyuluhan tentang penyakit yang dialami klien
Mengajarkan kepada klien tentang tekhnik-tekhnik relaksasi
Memberikan obat-obatan sedatif
Memberikan penyuluhan kepada keluarga klien agar membantu mengatasi cemas yang dialami klien
Memodifikasi lingkungan.









CATATAN PERKEMBANGAN

NAMA : Tn. F
NO. REGISTER : 050408

NO TGL/JAM NO. DX PERKEMBANGAN TTD
1. 26-04-10 I. S : Klien mengatakan tidak mudah lelah tapi sesak nafas masih ada.
O :
o TD : 90/70 mmHg
o Nadi : 60X/menit
o Suhu : 360C
o RR : 24X/menit
A : Rencana teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
2. 26-04-10 II. S : Klien mengatakan sesaknya sedikit berkurang bila bangun dari tidur atu duduk
O :
o TD : 90/70 mmHg
o Nadi : 60X/menit
o Suhu : 360C
o RR : 24X/menit
o Masih terpasang oksigen
A : Rencana teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
3. 25-04-10 III. S : -
O :
o Klien jarang merenung dan mudah tidur
o Klien jarang bertanya
o Klien tidak menunjukkan wajah kecemasan
A : Rencana intervensi teratasi
P : rencana intervensi tidak dilanjutkan



BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara abnormal
Tn.T dirawat dirujuk ke RS dr. Soetomo dengan diagnosa Penurunan Cardiac Out Put berhubungan dengan penurunan Kontraksi myocard, Tidak toleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen, Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan perkembangannya.
Intervensi untuk Tn.T masih dilanjutkan karena kondisi Tn.T belum membaik, dan masih ada keluhan.

4.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah Asuham Keperawatan ini, diharapkan nantinya akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan terutama pada pasien dengan Gagal Jantung
Namun penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini, dengan demikian penulisan makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis atau pihak lain yang membutuhkannya.





DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Juall Lynda. 2006. Diagnisis Keperawatan. Jakarta: EGC
Doenges E. Marilynn, Moorhouse Frances, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Ziliwu,Hasrat jaya. Profil Website\Askep\Askep Kardiovaskuler\askep gagal jantung.html. Update 11 Juni 2010, pukul 20:15 WIB

Jumat, 04 Juni 2010

Tanda - tanda Datangnya AJAL ...

Perkara maut atau ajal seseorang adalah hak Allah semata. Tidak ada orang yg tau kapan jatuh temponya, hanya orang2 tertentu dan yang dikasihi Allah sajalah yg mengetahui.

Tanda2 ini diambil dari berbagai catatan2 orang2 terdahulu yg diperoleh mengenai Ajal.

Tanda-tanda orang yg akan meninggal dilihat dari si calon Mayat:

=Jika sering merasa cape atau bosan hidup,merasa bosan melihat keadaan dunia dan sering bermimpi bepergian ke arah utara, alamat kurang dari 3 tahun akan meninggal.

=Jika merasa rindu pada orang yg sudah meninggal dan sering bermimpi membetulkan rumah, alamat tandanya kurang dari 2 tahun.

=Jika melihat sesuatu yg tidak tampak alamat kurang dari 1tahun.

=Sering melihat sesuatu yg orang tidak melihat, alamat kurang 9 minggu.

=Jika sering mendengar suara yg bukan biasanya, seperti mendengar pembicaraan makhluk halus atau hewan alamat kurang 6 minggu.

=Jika sering mencium makhluk halus baunya seperti menyan atau bau amis, tanda kurang dari 3 bulan.

=Jika penglihatan sudah berganti seperti melihat air berwarna merah, api nampak hitam, tanda kurang dari 2 minggu.

=Jika merasa bosan akan segala hal, makan tidak mau, tidur tidak mau, tandanya kurang dari 1 minggu.

=Jika melihat wajahnya sendiri alamat kurang dari 1/2 minggu.

=Jika merasa (ma'af) sakit pada waktu buang air besar dan mengeluarkan cacing kalung dan kotoran yg sudah menahun alamat kurang 3 hari.

=Jika merasa semua lubang di tubuh mengeluarkan angin (9 lubang), kadang juga merasa kasihan pada tubuh sendiri, tandanya kurang 2 hari.

=Jika otot persendian kaki terasa kendo,lan saranduning sarira kroso mengeluarkan riwe kumyus kaya lelah-sayah, alamat kurang 1 hari.

=Jika mencubit kulit tidak berasa kumrisik, tanda garis di tangan menghilang, kuping sudah tidak berbunyi, tanda sudah siap meninggalkan alam dunia.

Tetapi biar bagaimanapun ajal seseorang adalah hak mutlak ALLAH SWT. Kita manusia cuma bisa mengira-ngira. Kalau ajal sudah datang kita tidak bisa menolaknya.

Sedangkan kalau menurut hari:

=Hari Minggu jatuh Ajal nya jam: 6,7,11,1,5
=Hari Senin jatuh Ajal nya jam: 8,10,1,3,5
=Hari Selasa jatuh ajal nya jam: 7,10,12,2,5
=Hari Rabu jatuh ajal nya jam: 7,9,11,2,4
=Hari Kamis jatuh ajal nya jam: 8,11,1,3,4
=Hari Jum'at jatuh ajal nya jam: 8,10,12,3,4
=Hari Sabtu jatuh ajal nya jam: 7,9,12,2,4

Jam tersebut bisa berlaku pada waktu Siang maupun Malam.

Euthanasia

One of my favorite topics: Euthanasia.

Euthanasia adalah pembunuhan dalam segi medis yang disengaja, dengan aksi atau dengan penghilangan suatu hak pengobatan yang seharusnya didapatkan oleh pasien, agar pasien tersebut dapat meninggal secara wajar. Kata kuncinya adalah disengaja, artinya jika aksi tersebut dilakukan dengan tidak sengaja, maka hal tersebut bukanlah euthanasia.

Aksi ini dilakukan secara legal menurut undang-undang untuk pertama kali adalah di negara Belanda, negara pertama di dunia yang telah secara hukum menyetujui euthanasia. Meskipun begitu, aksi tersebut dilakukan dengan sangat hati-hati dan dengan berbagai perhitungan terlebih dahulu.

Ada berbagai macam jenis euthanasia menurut cara melakukannya serta alasan diberlakukan euthanasia itu sendiri, anatara lain:

1. Euthanasia sukarela

Apabila si pasien itu sendiri yang meminta untuk diakhiri hidupnya.

2. Euthanasia non-sukarela

Apabila pesien tersebut tidak mengajukan permintaan atau menyetujui untuk diakhiri hidupnhnya.

3. Involuntary Euthanasia

Pada prinsipnya sama seperti euthanasia non-sukarela, tapi pada kasus ini, si pasien menunjukkan permintaan euthanasia lewat ekspresi.

4. Assisted suicide

Atau bisa dikatakan proses bunuh diri dengan bantuan suatu pihak. Seseorang memberi informasi atau petunjuk pada seseorang untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Jika aksi ini dilakukan oleh dokter maka disebut juga, “physician assisted suicide”.

5. Euthanasia dengan aksi

Dengan sengaja menyebabkan kematian seseorang dengan melakukan suatu aksi, salah satu contohnya adalah dengan melakukan suntik mati.

6. Euthanasia dengan penghilangan

Dengan sengaja menyebabkan kematian seseorang dengan menghentikan semua perawatan khusus yang dibutuhkan seorang pasien. Tujuannya adalah agar pasien itu dapat dibiarkan meninggal secara wajar.

Dari beberapa macam jenis euthanasia tersebut, masing-masing negara memiliki idealisme sendiri dalam hal melegalkan aksi euthanasia. Beberapa negara bahkan telah melegalkan aksi euthanasia dengan suntik mati, namun di negara-negara lain hal tersebut adalah melanggar hukum.

edaystp.jpg

Alasan Dilakukan Euthanasia

Euthanasia adalah sebuah aksi pencabutan nyawa seseorang. Karena itu dilakukannya aksi tersebut harus didukung dengan alasan yang kuat. Dari beberapa survey negara dan penyaringan sumber, berikut adalah tiga alasan utama mengapa euthanasia itu bisa dilakukan:

1. Rasa Sakit yang Tidak Tertahankan

Mungkin argumen terbesar dalam konflik euthanasia adalah jika si pasien tersebut mengalami rasa sakit yang amat besar. Namun pada zaman ini, penemuan semakin gencar untuk mengatasi rasa sakit tersebut, yang secara langsung menyebabkan presentase terjadinya “assisted suicide” berkurang.

Euthanasia memang sekilas merupakan jawaban dari stress yang disebabkan oleh rasa sakit yang semakin menjadi. Namun ada juga yang dinamakan “drugged state” atau suatu saat dimana kita tak merasakan rasa sakit apapun karena pengaruh obat.

Karena itulah kita bisa menyimpulkan bahwa sebenarnya tidak ada rasa sakit yang tidak terkendali, namun beberapa pendapat menyatakan bahwa hal tersebut memang bisa dilakukan dengan mengirim seseorang ke keadaan tanpa rasa sakit, tapi mereka tetap harus di-euthanasia-kan karena cara tersebut tidak terpuji.

Hampir semua rasa sakit bisa dihilangkan, adapun yang sudah sebegitu parah bisa dikurang jika perawatan yang dibutuhkan tersedia dengan baik. Tapi euthanasia bukalah jawaban dari skandal tersebut. Solusi terbaik untuk masalah ini adalah dengan meningkatkan mutu para profesional medis dan dengan menginformasikan pada setiap pasien, apa saja hak-hak mereka sebagai seorang pasien.

Meskipun begitu, beberapa dokter tidak dibekali dengan “pain management” atau cara medis menghilangkan rasa sakit, sehingga mereka tidak tahu bagaimana harus bertindak apabila seorang pasien mengalami rasa sakit yang luar biasa. Jika hal ini terjadi, hendaklah pasien tersebut mencari doketr lain. Dengan catatan dokter tersebut haruslah seseorang yang akan mengontrol rasa sakit itu, bukan yang akan membunuh sang pasien. Ada banyak spesialis yang sudah dibekali dengan keahlian tersebut yang tidak hanya dapat mengontrol rasa sakit fisik seseorang, namun juga dapat mengatasi depresi dan penderitaan mental yang biasanya mengiringi rasa sakit luar biasa tersebut.

2. Hak untuk Melakukan Bunuh Diri

Mungkin hal kedua bagi para pro-euthanasia adalah jika kita mengangkat hal paling dasar dari semuanya, yaitu “hak”. Tapi jika kita teliti lebih dalam, yang kita bicarakan di sini bukanlah memberi hak untuk seseorang yang dibunuh, tetapi memberikan hak pada orang yang melakukan pembunuhan tersebut. Dengan kata lain, euthanasia bukanlah hak seseorang untuk mati, tetapi hak untuk membunuh.

Euthanasia bukanlah memberikan seseorang hak untuk mengakhiri hidupnya, tapi sebaliknya, ini adalah persoalan mengubah hukum agar dokter, kerabat, atau orang lain dapat dengan sengaja mengakhiri hidup seseorang.

Manusia memang punya hak untuk bunuh diri, hal seperti itu tidak melanggar hukum. Bunuh diri adalah suatu tragedi, aksi sendiri. Euthanasia bukanlah aksi pribadi, melainkan membiarkan seseorang memfasilitasi kematian orang lain. Ini bisa mengarah ke suatu tindakan penyiksaan pada akhirnya.

3. Haruskah Seseorang Dipaksa untuk Hidup?

Jawabannya adalah tidak. Bahkan tidak ada hukum atau etika medis yang menyatakan bahwa apapun akan dilakukan untuk mempertahankan pasien tetap hidup. Desakan, melawan permintaan pasien, menunda kematian dengan alasan hukum dan sebagainya juga bisa dinilai kejam dan tidak berperikemanusiaan. Saat itulah perawatan lebih lanjut menjadi tindakan yang tanpa rasa kasihan, tidak bijak, atau tidak terdengar sebagai perilaku medis.

Hal yang harus dilakukan adalah dengan menyediakan perawatan di rumah, bantuan dukungan emosional dan spiritual bagi pasien dan membiarkan sang pasien merasa nyaman dengan sisa waktunya.

Sejarah Euthanasia

Sekitar tahun 400 sebelum Masehi, sebuah sumpah yang terkenal dengan sebutan “The Hippocratic Oath” yang dinyatakan oleh seorang Fisikawan Hipokratis Yunani, dengan jelas mengatakan:

“Saya tidak akan memberikan obat mematikan pada siapapun, atau menyarankan hal tersebut pada siapapun.”- The Hippocratic Oath

Sekitar abad ke-14 sampai abad ke-20, Hukum Adat Inggris yang dipetik oleh Mahkamah Agung Amerika tahun 1997 dalam pidatonya:

“Lebih jelasnya, selama lebih dari 700 tahun, orang Hukum Adat Amerika Utara telah menghukum atau tidak menyetujui aksi bunuh diri individual ataupun dibantu.” – Chief Justice Rehnquist

Tahun 1920, terbitnya buku berjudul “Permitting the Destruction of Life not Worthy of Life”. Dalam buku ini, Alfred Hoche, M.D., Dosen Psikologi dari Universtas Freiburg, dan Karl Binding, Dosen Hukum dari Universitas Leipzig, memperdebatkan bahwa seorang pasien yang meminta untuk diakhiri hidupnya harus, dibawah pengawasan ketat, dapat memperolehnya dari seorang pekerja medis. Buku ini men-support euthanasia non-sukarela yang dilakukan oleh Nazi Jerman

Tahun 1935, The Euthanasia Society of England, atau Kelompok Euthanasia Inggris, dibentuk sebagai langkah menyetujui euthanasia.

Tahun 1939, Nazi Jerman memberlakukan euthanasia secara non-sukarela. Hal ini akan dibahas pada bab selanjutnya.

Tahun 1955, Belanda sebagai negara pertama yang mengeluarkan Undang-Undang yang menyetujui euthanasia, dan diikuti oleh Australia yang melegalkannya di tahun yang sama.

Setelah dua negara itu mengeluarkan undang-undang yang sah tentang euthanasia, beberapa negara masih menganggapnya sebagai konflik, namun ada juga yang ikut mengeluarkan undang-undang yang sama. Hal ini akan dibahas lebih lanjut di bab berikutnya.

Bagaimana Ilmu Pengetahuan Mendefinisikan Kematian

Sebuah teori yang berbahaya jika kematian dianggap sesuatu yang ambigu. Dan jika suatu telaah massa membuktikan bahwa euthanasia bukanlah musuh masyarakat, melainkan sesuatu yang dapat menyelamatkan seseorang dari penderitaan yang amat sangat.

Menurut penelitian terakhir yang dilakukan oleh Dr. James Dubois dari Universitas Saint Louis dan Tracy Schmidt dari Intermountain Donor Service, hampir 84% dari seluruh warga Amerika setuju dengan pendapat bahwa seseorang dapat dikatakan mati apabila yang membuatnya tetap bernafas adalah obat-obatan dan mesin medis, dan 60% setuju dengan pernyataan bahwa seseorang dapat mati meskipun jantungnya masih berdetak. Dari survey tersebut, 70% dari antaranya berasal dari golongan beragama.

Konsep medis dari “kematian otak” telah berkembang di Amerika Serikat pada tahun 1968 bersamaan dengan revolusi dari penelitian tentang transplantasi organ tubuh. Seperti dijelaskan oleh M.L. Tina Stevens dalam Bioetik Amerika (2000), semakin maraknya kasus transplantasi organ sebenarnya diawali dari penyumbangan besar secara medis untuk penelitian Biomedis federal sebelum Perang Dunia ke-II. Hasil dari semua itu datang seiring dengan berkembangnya teknologi medis seperti sistem respirasi mekanis, dan genetic screening, semuanya mendatangkan efek pada bentuk obat-obat modern, meningkatkan pertanyaan-pertanyaan baru tentang hidup dan mati baik untuk pasien maupun dokter.

“Transplantasi adalah contoh klasik dari investigasi therapeutic,” begitu kata Thomas Starzl, seorang ahli bedah transplantasi. “Apa yang dilakukan dalam transplantasi jaman dulu kadang-kadang terbilang bodoh tapi tidak hina.” Yang mendorong para perintis bedah transplantasi ini adalah satu keinginan untuk tidak meninggalkan satu tempat pun untuk eksperimen yang tidak dicoba.

Pada awalnya, bedah transplantasi tidak berhasil dengan tujuannya untuk memindahkan organ tubuh dari pasien yang telah meninggal ke pasien yang masih hidup. Tapi beberapa dokter percaya mereka bisa mendapatkan organ yang bisa ditransplantasi dari orang mati suri, yang masih dikatakan hidup sampai waktu tertentu dalam standar medis. Kematian otak, menawarakan solusi yang memungkinkan. Juga menyebabkan sebuah perubahan dalam pemikiran tentang hukum kematian.

Nazi Euthanasia

Pada bulan Oktober tahun 1939, ditengah-tengah kekacauan Perang Dunia ke-II, Hitler memerintahkan ke seluruh wilayah jajahannya untuk membunuh orang-orang yang menderita sakit atau cacat.

Dengan kode “Aktion T 4″, program Nazi Euthanasia adalah untuk menghilangkan keberadaan “orang-orang yang tidak pantas untuk hidup lagi”. Pada awalnya hanya difokuskan pada bayi yang baru lahir dan anak-anak yang masih sangat kecil. Para dokter dan ibu rumah tangga diperintahkan untuk mendaftarkan anak-anak dibawah tiga tahun kepada pemerintah Jerman. Kemudian, keputusan untuk membiarkan anak tersebut hidup atau tidak diambil oleh tiga ahlis medis tanpa pemeriksaan maupun memperhatikan hasil kesehatan anak tersebut.

Tiap ahli medis menambah tanda (+) dengan pensil merah atau tanda (-) dengan pensil biru di setiap lembar kasus para anak-anak tersebut. Tanda (+) merah berarti keputusan untuk membunuh anak tersebut, dan tanda (-) biru berarti keputusan untuk membiarkannya hidup. Jika tiga tanda (+) merah telah dikeluarkan, maka anak tersebut akan dikirim ke Departemen Khusus Anak di mana mereka akan menerima kematian dengan suntik mati atau dengan cara dibiarkan mati kelaparan.

Program Nazi Euthanasia akhirnya berkembang dengan menyertakan anak-anak yang lebih tua yang memiliki cacat juga para orang dewasa. Putusan Hitler pada bulan Oktober 1939, menyatakan “pemberian hak untuk para ahli medis tertentu untuk memberikan euthanasia pada orang-orang yang tidak dapat disembuhkan lagi.” Putusan tersebut disebarkan ke seluruh rumah sakit dan tempat medis lainnya.

Sejumlah enam tempat pembunuhan telah ditentukan, termasuk sebuah gedung klinik psikiatri yang terkenal di Hadamar. Di Bradenburg, tempat yang dulunya adalah sebuah penjara, dirubah menjadi tempat pembunuhan di mana Nazi melakukan eksperimen pertamanya dengan gas beracun. Di dalamnya terdapat kamar gas yang terhubung dengan pipa karbon monoksida beracun yang akan menewaskan orang di dalamnya.

Pasien-pasien yang akan menerima euthanasia dibius terlebih dahulu sebelum ditelanjangi dan dimasukkan ke dalam kamar gas. Setiap tempat pembunuhan tersebut dilengkapi dengan krematorium di mana mayat-mayat dari kamar gas akan dibuang. Pihak keluarga akhirnya datang dan mengambil sendiri tubuh anggota keluarganya yang sudah tak bernyawa.

Sebagai hasilnya, pada tanggal 23 Agustus, Hitler menghentikan “Aktion T 4″, yang telah mengambil nyawa ratusan ribu orang. Namun bagaimanapun juga, program Nazi euthanasia secara diam-diam terus berlanjut, tapi bukan dengan menggunakan gas beracun, melainkan dengan menggunakan obat-obat dan dibiarkan kelaparan.

da.jpgTempat-tempat pembunuhan tersebut akhirnya dijadikan sebagai tempat eksperimen bagi para ahli medis. Mereka menggunakan keahlian dan pengetahuan mereka untuk membangun tempat pembunuhan baru di Auschwitz, Treblinka dan tempat-tempat pusat jajahan dengan tujuan untuk menghabisi seluruh orang Yahudi yang ada di Eropa. Sebagai contoh, di negara Polandia, salah satu negara yang paling merasakan penderitaan saat kedatangan Nazi Jerman. Negara tersebut pada awalnya memiliki sekitar 700.000 penduduknya yang merupakan orang Yahudi. Namun setelah Nazi datang, dan melakukan pendudukan besar-besaran, jumlah orang Yahudi di sana yang bertahan hanya sekitar 10.000 orang.

Euthanasia Sama dengan Aborsi

Dari sudut pandang etika, euthanasia dan aborsi menghadapi kesulitan yang sama. Suatu prinsip etika yang sangat mendasar ialah kita harus menghormati kehidupan manusia. Bahkan kita harus menghormatinya dengan mutlak. Tidak pernah boleh kita mengorbankan manusia kepada suatu tujuan lain.

Dalam etika, prinsip ini sudah lama dirumuskan sebagai “kesucian kehidupan” (the sanctity of life). Kehidupan manusia adalah suci karena mempunyai nilai absolut, karena itu di mana-mana harus selalu dihormati. Jika kita dengan konsekuen mengakui kehidupan manusia sebagai suci, menjadi sulit untuk membenarkan eksperimentasi laboratorium dengan embrio muda, meski usianya baru beberapa hari, dan menjadi sulit pula untuk menerima praktik euthanasia dan aborsi, yang dengan sengaja mengakhiri kehidupan manusia. Prinsip kesucian kehidupan ini bukan saja menandai suatu tradisi etika yang sudah lama, tetapi dalam salah satu bentuk dicantumkan juga dalam sistem hukum beberapa negara.

Dalam diskusi-diskusi tentang masalah euthanasia dan aborsi, kini prinsip kesucian kehidupan mulai dikritik. Nama-nama yang terkenal di antara kritisi itu adalah Peter Singer dan Helga Kuhse, dan etikawan terkemuka di Australia. Mereka berpendapat, faham kesucian kehidupan berasal dari suasana pemikiran moral Kristen dan karena itu tidak boleh diberlakukan untuk semua orang. Di tengah berlangsungnya sekularisasi kini, pengaruh agama Kristen sebagai pegangan moral makin berkurang dan makin banyak orang menempuh alur pemikiran moral yang lain.

Dalam bukunya Practical Ethics (edisi ke-2, 1993, hlm 173) Peter Singer menandaskan, “the doctrine of the sanctity of human life… is a product of Christianity. Perhaps it is now possible to think about these issues without assumsing the Christian moral framework that has, for so long, prevented any fundamental reassessment”. Peter Singer sendiri menerapkan pendapat ini bukan saja atas masalah euthanasia dan aborsi, namun juga dalam anggapannya yang amat kontroversial tentang kemungkinan mengakhiri kehidupan bayi cacat berat yang baru lahir. Dengan demikian ia memperluas diskusi tentang masalah aborsi sampai ke infanticide (pembunuhan anak kecil), yang dalam masyarakat pra-Kristen-Yunani Kuno dan kekaisaran Roma, umpamanya-memang sering dipraktikkan.

Dalam tulisan ini tentu tidak mungkin membahas topik ini sampai tuntas. Kita akan membatasi diri pada beberapa catatan saja.

Pertama, benar agama Kristen merasa dirinya tertarik dengan pengertian “kesucian kehidupan”. Dan hal itu tidak berlaku untuk agama Kristen saja tetapi untuk agama umumnya dan khususnya untuk ketiga agama “Ibrahimik”: Jahudi-Kristiani-Islam. Mengapa begitu? Karena agama-agama ini mempunyai konsepsi jelas tentang kehidupan yang diciptakan Tuhan dan kedudukan istimewa manusia di antara makhluk-makhluk hidup yang lain. Tidak bisa dipungkiri, pandangan agama amat cocok dengan “kesucian kehidupan”.

Kedua, barangkali benar agama juga ikut menciptakan faham “kesucian kehidupan” ini, dan membantu memperkuat posisinya dalam pandangan moral. Tetapi dalam hal ini kontribusi agama tidak bisa dipisahkan dari pengaruh-pengaruh lain. Kemungkinan besar, agama memberi kontribusi juga dalam penolakan lembaga perbudakan, dalam pengembangan hak asasi manusia dan demokrasi, dan dalam banyak hal lain lagi. Pandangan moral kita kini di bidang sosial-politik merupakan buah perkembangan panjang, di mana antara lain agama berperanan juga.

Ketiga dan terpenting, rupanya khusus dalam etika profesi medis pengertian “kesucian kehidupan” mempunyai akar lebih mendalam daripada agama Kristen saja. Pengertian ini sudah terbentuk sejak permulaan pertama etika profesi medis, yaitu Sumpah Hippokrates. Hippokrates (abad ke-5/ke-4 SM) yang dijuluki “bapak ilmu kedokteran” bukan saja memberi dasar ilmiah kepada profesi kedokteran, namun juga menyediakan pandangan moral yang teguh bagi profesi ini. Melalui Sumpah Hippokrates ia membuat profesi medis menjadi profesi pertama yang memiliki suatu ethos khusus. Dalam Sumpah Hippokrates ada tiga kalimat pendek, “Aku tidak akan memberikan obat yang mematikan kepada siapa pun bila orang memintanya, dan juga tidak akan menyarankan hal serupa itu. Demikian juga aku tidak akan memberikan kepada seorang wanita sarana abortif (pesson phthoron). Dalam kemurnian dan kesucian akan kujaga kehidupan dan seniku”.

Tiga kalimat pendek ini bisa dilihat sebagai awal tradisi anti-euthanasia dan anti-aborsi dalam ethos profesi medis. Euthanasia dalam arti kini tentu belum lama dikenal. Tetapi larangan untuk memberi racun telah mengembangkan tradisi anti-pembunuhan dalam profesi kedokteran. Menurut hakikatnya, profesi ini harus memperjuangkan kehidupan dan tidak pernah memihak kematian. Sebaliknya, praktik aborsi sudah dikenal sepanjang sejarah. Dalam masyarakat Yunani kuno sekitar Hippokrates aborsi malah diterima sebagai hal lumrah. Tetapi, sejak Hippokrates profesi medis mengembangkan suatu sikap anti-aborsi yang berlangsung terus sampai zaman modern.

Faham “kesucian kehidupan” itu sendiri belum ditemukan dalam sumpah Hippokrates. Tetapi, bila kalimat ketiga tadi langsung boleh dikaitkan dengan kalimat pertama dan kedua, maka “kemurnian dan kesucian” profesi medis itu berhubungan dengan hormat atas kehidupan yang diperintahkan kalimat pertama dan kedua. Kalau begitu, “kesucian kehidupan” adalah faham yang mudah bisa muncul.

Ada tanda-tanda lain lagi yang menunjukkan kuatnya tradisi kesucian kehidupan. Jika anjing kita sakit dan tidak bisa disembuhkan, tanpa ragu-ragu kita menganggap lebih baik membunuhnya. Hal itu sudah dipraktikkan. Yang baru hanya bahwa kini kita memakai jasa dokter hewan. Hewan kita bunuh untuk membebaskannya dari penderitaan. Tetapi, kalau manusia, biar pun penderitaannya besar, menurut penilaian umum cara ini tidak boleh dipakai. Perbedaan ini cukup mencolok dan berlaku secara universal. Bagi manusia tidak ada mercy killing seperti bagi hewan. Memang benar, dalam sejarah ditemukan beberapa pengecualian.

Contoh dikenal adalah beberapa kelompok Eskimo yang mempunyai kebiasaan membunuh orang tua, jika mereka mulai menginjak usia tua dan memperlihatkan gejala kelemahan atau penyakit. Tetapi dalam seluruh peradaban manusia contoh-contoh seperti itu sedikit sekali dan sering dapat dimengerti karena alasan khusus. Misalnya, Eskimo yang disebut tadi mempunyai kepercayaan, keadaan manusia di alam baka sama seperti saat ia meninggal. Karena itu justru dinilai tidak manusiawi, bila penyakit mereka dibiarkan berkembang sampai kondisinya parah.

Pengecualian serupa itu tidak menghindari kesimpulan bahwa hormat untuk kehidupan manusia bersifat universal. Bahkan rasa hormat itu melampaui batas kematian, karena jenazah manusia selalu dikuburkan. Hewan membiarkan saja bangkai temannya yang mati dalam alam terbuka, tetapi manusia tidak begitu. Para antropolog melaporkan, manusia sudah menguburkan sesamanya setidaknya sejak 100.000 tahun lalu (Neandertaler). Bukankah kebiasaan ini menandakan rasa hormat terhadap manusia melalui jenazah yang merupakan peninggalannya? Serentak juga kubur menjadi tanda peringatan akan manusia yang unik ini.

Semua itu tidak berarti, di “pinggiran” kehidupan tidak bisa timbul dilema-dilema besar. Dan mungkin jalan keluar yang tepat adalah aborsi atau suntikan mematikan. Tetapi motivasinya tidak pernah karena kehidupan muda atau kehidupan sekarat itu tidak bermakna. Mungkin masih bisa diterima, bila dilakukan dengan rasa enggan, sebagai tindakan tak terelakkan. Seandainya tersedia alternatif lebih baik, dokter tidak akan melakukannya. Dengan demikian kehormatan untuk kehidupan tetap dipertahankan. Tetapi jika prinsip ini ditinggalkan, kita menghancurkan kebudayaan kita sendiri.

Penutup:

Cara pandang sebagai orang Kristen?

Pemikiran yang timbul mengenai euthanasia, menurut Robert H. Williams, disebabkan oleh dua hal, yaitu :
1. Manusia diberi kemampuan Tuhan untuk berpikir.
2. Manusia mempunyai kemampuan mental dan emosi untuk membuat keputusan dan menggunakannya seefektif mungkin.

Kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri. Pernyataan ini menurut ahli ahli agama secara tegas melarang tindakan euthanasia, apapun alasannya. Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan kehendak Tuhan, yaitu memperpendek umur.

Orang yang menghendaki euthanasia, walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalam keadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa, dan putus asa tidak berkenan dihadapan Tuhan. Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segar bugar, dan tentunya sangat tidak ingin mati, dan tidak dalam penderitaan apalagi sekarat, tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu ini.

Aspek lain dari pernyataan memperpanjang umur, sebenarnya bila dikaitkan dengan usaha medis bisa menimbulkan masalah lain. Mengapa orang harus ke dokter dan berobat untuk mengatasi penyakitnya, kalau memang umur mutlak di tangan Tuhan, kalau belum waktunya, tidak akan mati. Kalau seseorang berupaya mengobati penyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya memperpanjang umur atau menunda proses kematian.

Jadi upaya medispun dapat dipermasalahkan sebagai melawan kehendak Tuhan. Dalam hal hal seperti ini manusia sering menggunakan standar ganda. Hal hal yang menurutnya baik, tidak perlu melihat pada hukum hukum yang ada, atau bahkan mencarikan dalil lain yang bisa mendukung pendapatnya, tapi pada saat manusia merasa bahwa hal tersebut kurang cocok dengan hatinya, maka dikeluarkanlah berbagai dalil untuk menopangnya.

MENYIAPKAN KLIEN LANSIA MENJELANG KEMATIAN

MENYIAPKAN KLIEN LANSIA MENJELANG KEMATIAN

MENYIAPKAN KLIEN LANSIA MENJELANG KEMATIAN
{ KLIEN TERMINAL }
PENGERTIAN
Memberikan perawatan khusus kepada klien lansia yang akan meninggal dunia (dalam keadaan sakaratul maut).
 TUJUAN.
Memberikan perasaan tenang dan tentram kepada klien dalam menghadapi maut dengan memberikan bantuan fisik dan spiritual sehingga meringankan penderitaannya
Memberi simpati dan kesan baik terhadap keluarga klien.
 TAHAPAN DALAM MENJELANG KEMATIAN
(Kubler Ross) telah melukiskan tahap-tahap menjelang kematian (dying). Tahap-tahap itu tidak selamanya berurutan secara tetap atau dapat juga saling tindih. Kadang-kadang seorang klien melalui satu tahap tertentu untuk kemudian kembali lagi ke tahap itu, lamanya setiap tahap dapat bervariasi mulai dari beberapa jam sampai pada beberapa bulan.
Terdapat 5 Tahap Pada Klien Dalam Mengahadapi Atau Menjelang Kematian (Terminal).
TAHAP I. Denial (Tahap Kejutan Dan Penulakan)
Biasanya di tandai dengan komenter
Contoh : Saya ? Tidak, tak mungkin.
- Klien sesungguhnya ingin mengatakan bahwa maut menimpa semua orang kecuali dia.
- Klien begitu terpengaruh oleh penolakannya sehingga ia tidak begitu memperhatikan fakta-fakta yang mungkin sedang di jelaskan padanya.
- Ia dapat menekan apa yang ia dengar
- Berupaya melarikan diri dari kenyataan bahwa maut sudah berada di ambang pintu.
TAHAP II. (Anger).
- Di tandai oleh rasa marah dan emosi yang tak terkendalikan, misalnya ia berkata mengapa saya ?
- Pasien mungkin akan mencela setiap orang dalam segala hal.
- Mudah marah dengan petugas kesehatan.
- Tahap ini bagi pasien merupakan hikmah dari pada kutukan.
TAHAP III. Bergaining (Tahap Tawar Menawar). Misalnya Ya. Benar aku, tapi.
- Kemarahan mereda kesan pasien sudah menerima apa yang sedang terjadi pada dirinya.
- Sering kali ia berjanji pada tuhan, ia akan memohon agar diberi lebih banyak waktu.
- Cenderung untuk membereskan urusan rumah tangga seperti membuat surat wasiat.
- Mempunyai keinginan atau permohonan terakhir (ingin melihat cucunya).
TAHAP IV. Tahap Depresi (Kemorongan).
Contoh : ia berkata yang benar.
- Pasien dalam suasana sedih / berkabung.
- Cenderung pasien tidak banyak bicara
- Sering menangis.
TAHAP V. Seif Acceptance.
Di tandai oleh sikap menerim kematian.
- Klien telah membereskan urusan – urusannya yang belum selesai.
- Tidak ingin bicara karena segala sesuatunya telah di sampaikan
- Kedamaian dan ketenangan
- Adapula klien yang mengatakan, biarlah maut cepat-cepat mengambilnya karena ia sudah siap. Padahal sesungguhnya mereka mengatakan bahwa mereka sudah kalah.
MEMBANTU MEMENUHI KEBUTUHAN PSIKOSOSIAL
Orang-orang yang sedang menghadapi maut benar-benar ingin dan mampu berbicara mengenai kematian mereka dan juga mampu berkomunikasi tentang kapan mereka ingin mati. Tidak memberikan kesempatan berbicara kepada mereka dan tidak mau mendengarkan dan menyimak apa yang sedang mereka katakan akan menyebabkan orang-orang yang sedang menyongsong maut itu merasa terpencil dan kesepian.
Komunikasi merupakan sarana yang esensial bagi orang-orang untuk menemukan identitas diri sendiri, kebutuhan akan identitas diri sendiri di rasakan seumur hidup, malah sampai kepada saat maut akan tiba, untuk dapat mengembangkan komunikasi yang bermakna dengan klien, perawat harus mempunyai hubungan saling percaya.
 Satu cara yang penting untuk berkomunikasi dengan klien yang menjelang kematian adalah sentuhan tangan.sentuhan tangan sering kali dapat mengkomunikasikan jauh lebih banyak hal daripada kata-kata apapun juga.
 Kenalilah kebutuhan klien dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Biarkan dan dorong klien untuk berbicara dan mengungkapkan emosinya dengan bebas dalam suasana dimana ia tidak merasa sedang dinilai.
 Biarkan prognosis secara terbuka dan terus terang, perawat mempersiapkan dorongan moril.
 Berikan bantuan moril yang dan keyakinan agama mereka.
MEMBANTU KEBUTUHAN FISIK
1. Memenuhi Kebutuhan Akan Makan Dan Minum.
Memelihara keadaan nutrisi penting artinya bagi memelihara energi dan mencegah bertambahnya rasa tidak nyaman. Apabila tidak dapat makan dan minum dengan mulutnya dapat diberikan terapi intrvena atau cara lain untuk mempertahankan nutrisi.
2. Merawat Mulut, Hidung, Mata Dan Kulit.
 Perawatan mulut sama diberikan pada lansia yang dapat makan dan minum tanpa mengalami kesulitan. Akan tetapi menjelang kematian, mulut pasien biasanya memerlukan perawatan tambahan. Lendir yang tidak dapat ditelan atau berakomulasi di mulut dan tenggorokan harus disedut keluar, atau mulut dibersihkan dengan kasa. Baringkan klien kesamping kiri. Melumas mulut dan bibir bermanfaat dan menyamankan baginya.
 Cairan mata yang berakomulasi dapat dibersihkan dengan kapas yang sudah dibasahi dengan larutan garam normal.
 Klien sering kali banyak mengeluarkan keringat maka penting untuk menjaga linen dan pakaian tidur klien tetap kering dengan jalan memandikan klien dan mengganti linen menurut keperluan. Menyeka klien dengan spon dan menjaga badannya tetap kering dapat menambah ketenangan sehingga ia dapat tidur dengan nyenyak.
3. Memperlancar Buang Air.
 Penggunaan anema mungkin perlu untuk mengurangi konstipasi dan penyembuhan.
 Kateterisasi mungkin perlu bagi klien.
 Apabila klien tidak bisa mengendalikan diri dalam hal bab dan bak maka perawatan kulit perlu untuk mencegah timbulnya bau dan ulver decubetus.
 Bantalan tempat tidur yang kedap air lebih mudah menggantinya dari linen, sehingga memperingan pekerjaan memelihara tempat tidur tetap bersih dan kering.
4. Mengatur Cara Berbaring Dan Melindungi Dari Cedera.
 Apabila ada dyspnea baringkan klien dalam posisi fowler
 Baringkan klien pada salah satu sisinya bila klien mendengkur dan bernapas dengan bunyi yang keras.
 Gunakan palang-palang samping, manyokong klien mungkin perlu pada kasus-kasus ekstrim
5. Merawat Lingkungan
 Klien akan mudah merasa lebih nyaman dan aman apabila ia melihat disekelilingnya benda-benda yang sudah dikenalnya. Dorong keluarga klien untuk menciptakan lingkungan yang mencerminkan kesukaan-kesukaannya.
 Dalam kamar hendaknya digunakan penerangan yang normal.
 Kamar harus mempunyai peredaran udara yang baik. Dan klien harus terlindung dari dingin.
 Bercakap-cakap dilakukan sebaiknya dengan nada suara yang normal, dan jangan berbisik-bisik.
6. Membuat Klien Tetap Merasa Nyaman.
Upaya-upaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik klien yang sedang sakit gawat / terminal mungkin masih belum cukup untuk membuatnya merasa nyaman, sehingga perlu pertimbangan penggunaan obat-obatan yang dapat mengurangi rasa nyeri, kegelisahan dan rasa cemas.
HAK–HAK ASASI LANSIA MENJELANG AJAL.
1. Berhak untuk diperlakukan sebagai manusia yang hidup sampai mati.
2. Berhak untuk tetap merasa punya harapan.
3. Berhak untuk di rawat oleh mereka yang dapat menghidupkan terus harapan itu.
4. Berhak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai perawatannya.
5. Berhak untuk merasakan perasaan emosi mengenai kematian yang sudah mendekat dengan caranya sendiri.
6. Berhak untuk mengharapkan akan terus mendapat perhatian medis dan perawatan, walaupun tujuan penyembuhan harus diubah menjadi tujuan memberikan rasa nyaman.
7. Berhak untuk tidak mati dalam kesepian.
8. Berhak untuk bebas dalam rasa nyeri.
9. Berhak untuk memperoleh jawaban yang jujur atas pertanyaan – pertanyaan.
10. Berhak untuk tidak ditipu
11. Berhak untuk mendapatkan bantuan dari dan untuk keluarganya dalam menerima kematian.
12. Berhak untuk mati dengan tenang dan terhormat
13. Berhak untuk mempertahankan individualitas dan tidak di hakimi untuk keputusan-keputusan yang mungkin saja bertentangan dengan orang lain.
14. Membicarakan dan memperluas pengalaman-pengalaman keagamaan dan kerohanian.
15. Berhak untuk mengharapkan kesucian tubuh manusia akan dihormati sesudah mati.
DAFTAR PUSTAKA.
1. Wahydi Nugroho. 2000. Keperawatan Gerantik. Edisi II, Buku Kedokteran, Jakarta EGC.
2. Luverne Wolff, Merlene H, Weitzal, Elinor V. Furrst. 1984. Dasar-Dasar Ilmu Keperawatan , Edisi II, Jakarta , PT Gunung Agung.

Kamis, 03 Juni 2010

CIRI-CIRI ORANG DILIHAT DARI KENTUTNYA:

ORANG GOBLOG
Orang yang mau menahan kentut sampai jam-jam an karena takut ditilang.

ORANG YANG BERWAWASAN LUAS
Orang yang ngerti kapan harus ngentut

ORANG SENGSARA
Orang yang pengen banget kentut tapi nggak bisa kentut

ORANG MISTERIUS
Orang yang kalau kentut, orang lain ga ada yang ngerti

ORANG YANG GUGUPAN
Orang yang tau-tau nyetop kentutnya pas lagi kentut

ORANG YANG SUKA LATAH
Orang yang ikut-ikutan kentut waktu nyium bau kentut orang lain

ORANG YANG PERCAYA DIRI
Orang yang mengira kalau kentutnya sendiri pasti baunya wangi

ORANG KEJAM (SADIS)
Orang yang kalau kentut terus dikipasin ke temennya sendiri

ORANG PEMALU
Orang yang kalau kentut tau-tau mukanya merah sendiri karena malu.

ORANG STRATEGIC
Orang yang kalau kentut didepan orang bisa sedemikian rupa mengalihkan perhatian sampai orang lain nggak kepikiran lagi.

ORANG BODOH
Orang yang habis kentut terus ngambil napas dalam-dalam buat nggantiin kentutnya yang keluar.

ORANG YANG SUKA BERHEMAT
Orang yang sukanya ngeluarin kentut dikit-dikit biar bisa bunyi sampai 7 kali.

ORANG SOMBONG
Orang yang suka nyium bau kentutnya sendiri

ORANG YANG RAMAH
Orang yang suka nyium bau kentutnya orang lain

ORANG YANG NGGAK RAMAH
Orang yang kalau kentut terus matanya melotot sambil ngamuk-ngamuk sendiri

ORANG YANG PUNYA BAKAT JADI TUKANG TADAH
Orang yang kalau kentut, sukanya ditadahin pakai tangan terus dicium sendiri.

ORANG AKUATIK YANG KEKANAK-KANAKAN
Orang yang senangnya kentut di dalam air biar bisa bunyi: blekuthuk..blekuthuk…

ORANG AHLI BELADIRI
Orang yang kalau kentut, ngeluarin kentutnya pakai tenaga dalam

ORANG JUJUR
Orang yang suka mengakui dan bilang kalau baru saja kentut

ORANG PINTER
Orang yang bisa mengingat bau kentut orang lain

ORANG SIAL
Orang yang terus-terusan jadi korban dikentutin orang lain

ORANG YANG PENGENDALIAN DIRINYA KURANG
Orang yang kalau kentut, ampasnya malah ikutan keluar dikit … mak crut!

ORANG YANG NGGAK IKHLAS
Orang ini nggak nyium bau kentutnya sendiri, tapi waktu orang lain yang nyium, . eh dia malah uring-uringan!

ORANG YANG SOK BERAMAL
Orang yang kalau kentut malah dibrojolin sama ampasnya sekalian

ORANG YANG NGGAK NGGENAH
Orang yang kalau kentut ditempelin sama mic wireless biar keras suaranya.

ORANG YANG NYLENEH
Orang yang sukanya ngrekam kentutnya sendiri buat dijadiin RingBackTone.

ORANG YANG SUKA MAIN TEMBAK-TEMBAKAN
Orang yang kalau kentut, ngeluarinnya sekuat tenaga biar bunyinya kayak M16

ORANG YANG GA SABARAN
Orang yang udah ngedhen sekuat tenaga, ga bunyi kentutnya, malah ampasnya yang keluar.

CIRI-CIRI ORANG DILIHAT DARI KENTUTNYA:

ORANG GOBLOG
Orang yang mau menahan kentut sampai jam-jam an karena takut ditilang.

ORANG YANG BERWAWASAN LUAS
Orang yang ngerti kapan harus ngentut

ORANG SENGSARA
Orang yang pengen banget kentut tapi nggak bisa kentut

ORANG MISTERIUS
Orang yang kalau kentut, orang lain ga ada yang ngerti

ORANG YANG GUGUPAN
Orang yang tau-tau nyetop kentutnya pas lagi kentut

ORANG YANG SUKA LATAH
Orang yang ikut-ikutan kentut waktu nyium bau kentut orang lain

ORANG YANG PERCAYA DIRI
Orang yang mengira kalau kentutnya sendiri pasti baunya wangi

ORANG KEJAM (SADIS)
Orang yang kalau kentut terus dikipasin ke temennya sendiri

ORANG PEMALU
Orang yang kalau kentut tau-tau mukanya merah sendiri karena malu.

ORANG STRATEGIC
Orang yang kalau kentut didepan orang bisa sedemikian rupa mengalihkan perhatian sampai orang lain nggak kepikiran lagi.

ORANG BODOH
Orang yang habis kentut terus ngambil napas dalam-dalam buat nggantiin kentutnya yang keluar.

ORANG YANG SUKA BERHEMAT
Orang yang sukanya ngeluarin kentut dikit-dikit biar bisa bunyi sampai 7 kali.

ORANG SOMBONG
Orang yang suka nyium bau kentutnya sendiri

ORANG YANG RAMAH
Orang yang suka nyium bau kentutnya orang lain

ORANG YANG NGGAK RAMAH
Orang yang kalau kentut terus matanya melotot sambil ngamuk-ngamuk sendiri

ORANG YANG PUNYA BAKAT JADI TUKANG TADAH
Orang yang kalau kentut, sukanya ditadahin pakai tangan terus dicium sendiri.

ORANG AKUATIK YANG KEKANAK-KANAKAN
Orang yang senangnya kentut di dalam air biar bisa bunyi: blekuthuk..blekuthuk…

ORANG AHLI BELADIRI
Orang yang kalau kentut, ngeluarin kentutnya pakai tenaga dalam

ORANG JUJUR
Orang yang suka mengakui dan bilang kalau baru saja kentut

ORANG PINTER
Orang yang bisa mengingat bau kentut orang lain

ORANG SIAL
Orang yang terus-terusan jadi korban dikentutin orang lain

ORANG YANG PENGENDALIAN DIRINYA KURANG
Orang yang kalau kentut, ampasnya malah ikutan keluar dikit … mak crut!

ORANG YANG NGGAK IKHLAS
Orang ini nggak nyium bau kentutnya sendiri, tapi waktu orang lain yang nyium, . eh dia malah uring-uringan!

ORANG YANG SOK BERAMAL
Orang yang kalau kentut malah dibrojolin sama ampasnya sekalian

ORANG YANG NGGAK NGGENAH
Orang yang kalau kentut ditempelin sama mic wireless biar keras suaranya.

ORANG YANG NYLENEH
Orang yang sukanya ngrekam kentutnya sendiri buat dijadiin RingBackTone.

ORANG YANG SUKA MAIN TEMBAK-TEMBAKAN
Orang yang kalau kentut, ngeluarinnya sekuat tenaga biar bunyinya kayak M16

ORANG YANG GA SABARAN
Orang yang udah ngedhen sekuat tenaga, ga bunyi kentutnya, malah ampasnya yang keluar.

CIRI-CIRI ORANG DILIHAT DARI KENTUTNYA:

ORANG GOBLOG
Orang yang mau menahan kentut sampai jam-jam an karena takut ditilang.

ORANG YANG BERWAWASAN LUAS
Orang yang ngerti kapan harus ngentut

ORANG SENGSARA
Orang yang pengen banget kentut tapi nggak bisa kentut

ORANG MISTERIUS
Orang yang kalau kentut, orang lain ga ada yang ngerti

ORANG YANG GUGUPAN
Orang yang tau-tau nyetop kentutnya pas lagi kentut

ORANG YANG SUKA LATAH
Orang yang ikut-ikutan kentut waktu nyium bau kentut orang lain

ORANG YANG PERCAYA DIRI
Orang yang mengira kalau kentutnya sendiri pasti baunya wangi

ORANG KEJAM (SADIS)
Orang yang kalau kentut terus dikipasin ke temennya sendiri

ORANG PEMALU
Orang yang kalau kentut tau-tau mukanya merah sendiri karena malu.

ORANG STRATEGIC
Orang yang kalau kentut didepan orang bisa sedemikian rupa mengalihkan perhatian sampai orang lain nggak kepikiran lagi.

ORANG BODOH
Orang yang habis kentut terus ngambil napas dalam-dalam buat nggantiin kentutnya yang keluar.

ORANG YANG SUKA BERHEMAT
Orang yang sukanya ngeluarin kentut dikit-dikit biar bisa bunyi sampai 7 kali.

ORANG SOMBONG
Orang yang suka nyium bau kentutnya sendiri

ORANG YANG RAMAH
Orang yang suka nyium bau kentutnya orang lain

ORANG YANG NGGAK RAMAH
Orang yang kalau kentut terus matanya melotot sambil ngamuk-ngamuk sendiri

ORANG YANG PUNYA BAKAT JADI TUKANG TADAH
Orang yang kalau kentut, sukanya ditadahin pakai tangan terus dicium sendiri.

ORANG AKUATIK YANG KEKANAK-KANAKAN
Orang yang senangnya kentut di dalam air biar bisa bunyi: blekuthuk..blekuthuk…

ORANG AHLI BELADIRI
Orang yang kalau kentut, ngeluarin kentutnya pakai tenaga dalam

ORANG JUJUR
Orang yang suka mengakui dan bilang kalau baru saja kentut

ORANG PINTER
Orang yang bisa mengingat bau kentut orang lain

ORANG SIAL
Orang yang terus-terusan jadi korban dikentutin orang lain

ORANG YANG PENGENDALIAN DIRINYA KURANG
Orang yang kalau kentut, ampasnya malah ikutan keluar dikit … mak crut!

ORANG YANG NGGAK IKHLAS
Orang ini nggak nyium bau kentutnya sendiri, tapi waktu orang lain yang nyium, . eh dia malah uring-uringan!

ORANG YANG SOK BERAMAL
Orang yang kalau kentut malah dibrojolin sama ampasnya sekalian

ORANG YANG NGGAK NGGENAH
Orang yang kalau kentut ditempelin sama mic wireless biar keras suaranya.

ORANG YANG NYLENEH
Orang yang sukanya ngrekam kentutnya sendiri buat dijadiin RingBackTone.

ORANG YANG SUKA MAIN TEMBAK-TEMBAKAN
Orang yang kalau kentut, ngeluarinnya sekuat tenaga biar bunyinya kayak M16

ORANG YANG GA SABARAN
Orang yang udah ngedhen sekuat tenaga, ga bunyi kentutnya, malah ampasnya yang keluar.

KEHILANGAN DAN KEMATIAN

KEHILANGAN DAN KEMATIAN
By Eny Retna Ambarwati


A. PENGERTIAN KESEDIHAN
Kesedihan (grief) adalah reaksi normal ketika mengalami kehilangan sesuatu atau seseorang yang dicintai. (Davies, 1998). Kehilangan adalah suatu situasi yang aktual maupun potensial yang dapat di alami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan.. Kesedihan yang berkenaan kepada seluruh perasaan yang menyakitkan dihubungkan dengan kehilangan, termasuk perasaan sedih, marah, perasaan bersalah, malu dan kegelisahan (Zeanah, 1989).

B. INTENSITAS DAN LAMANYA KESEDIHAN
Intensitas dan lamanya respon kesedihan tergantung terhadap penyebab kesedihannya, usia, agama dan kepercayaan, perubahan dan dibawa dari kesedihan. Kemampuan mengalami kesedihan dan sistem dukungan yang diterima (Carter, 1990, Sander, 1985).

C. TAHAPAN KESEDIHAN
1. Menurut Bawbly dan Parks (1970), Davidson (1984)
a. Syok dan hilang rasa
Syok dan hilang rasa dialami anda ketika mereka mengungkapkan perasaan sangat tidak percaya, panic, tertekan atau marah. Pengalaman ini dapat diinterupsikan oleh letupan emosi. Pengambilan keputusan sulit sulit dilakukan pada saan ini dan fungsi normal menjadi terganggu.
Fase ini mendominasi selama 2 minggu pertama setelah kehilangan. Para anda mengatakan bahwa mereka berada dalam mimpi buruk dan bahwa mereka akan bangun dan segala sesuatunya akan menjadi baik.
b. Mencari dan merindukan
Dapat diidentifikasikan sebagai perasaan gelisah, marah, bersalah dan mendua (ambiguitas). Dimensi ini merupakan suatu kerinduan akan sesuatu yang dapat terjadi dan merupakan proses pencarian jawaban mengapa kehilangan terjadi.
Fase ini terjadi saat kehilangan terjadi dan memuncak 2 minggu sampai 4 bulan setelah kehilangan. Mereka terpaku pada pikiran apa yang terjadi, apa yang telah mereka lakukan dan belum lakukan sehingga kejadian yang mengerikan itu terjadi.
c. Disorganisasi
Diidentifikasi saat individu berkabung mulai berbalik, dan menguji apa yang nyata menjadi sadar terhadap realitas kehilangan. Perasaan tertekan, sulit konsentrasi pada pekerjaan dan penyelesaian masalah dan perasaan bahwa ia merasa tidak nyaman. Dengan kondisi fisik dan emosinya muncul.
Fase ini memuncak sekitar 5 sampai sembilan bulan dan secara perlahan menghilang. Banyak anda merasa bahwa mereka tidak akan pernah keluar dari rasa kehilangan, bahwa mereka kehilangan pikiran mereka dan merasa nyeri secara fisik.
d. Reorganisasi
Terjadi bila individu yang berduka dapat berfungsi dirumah dan ditempat kerja dengan lebih baik disertai peningkatan harga diri dan rasa percaya diri. Individu yang berduka memiliki kemampuan untuk menghadapi tantangan baru dan menempatkan kehilangan tersebut dalam perspektif.
Reorganisasi mulai memuncak setelah setahun pertama yakni saat anda mulai melanjutkan hidupnya. Keluarga mengataka bahwa mereka tidak akan pernah melupakan yang telah meninggal tetapi mereka akan memulai kembali kehidupan mereka.
2. Engel”s Theory
Menurut Engel proses berduka (kehilangan) mempunyai beberapa fase :
a. Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas atau pergi tanpa tujuan. Mencoba untuk membutakan perasaan, mungkin karena orang tersebut tidak menyadari implikasi dari kehilangan. Biasanya seseorang bisa menerima secara intelektual tetapi menolak secara emosional. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaphoresis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
b. Fase II (Berkembangnya kesadaran)
Seseorang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi. Menyalahkan diri sediri dan menangis adalah cara yang tipikal sebagai individu yang terikat dengan kehilangan.
c. Fase III (Restitusi/resolving the loss)
Berusaha mencoba untuk sepakat atau berdamai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan. Masih tetap tidak bisa menerima perhatianyang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
d. Fase IV
Menciptakan kesan orang meninggal yang hampir tidak memiliki harapan dimasa yang akan dating. Menekan seluruh perasaan yang negatif.
e. Fase V
Kehilangan yang tidak dapat dihindari harus mulai disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah bisa menerima kondisinya.
3. Teori Kubler-Ross
a. Pengingkaran (denial)
Tahapan kesedihan ini dapat berakhir beberapa detik, menit atai beberapa hari dan muncul sebagai bentuk pertahanan diri. Seseorang bertindak seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan mungkin menolak untuk percaya bahwa sebuah kehilangan benar-benar terjadi.
Implikasi asuhan yang harus diberikan adalah dengan memberikan support secara verbal, berikan waktu kepada mereka untuk menyadari apa yang sebenarnya terjadi.
b. Tahap marah (anger)
Tahap reaksi marah membawanya pada pertanyaan ’Why me’ dan ini adalah tahap dimana biasanya perasaan-perasaan emosi bebas diekspresikan. Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Individu akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung. Misal dalam kasus lahir mati dan kematian neonatal ayah si bayi biasanya terlebih dahulu langsung marah kepada dokter, tuhan bahkan kepada istrinya. Si ibu biasanya meresponnya dengan menangis. Pada kenyataannya walaupun dia tidak melakukan dengan hal yang serupa tapi si ibu masih tetap menyangkal kematian bayinya dan berduka cita. Tangisannya mengisyaratkan sebagai ’tangisan panggilan’ (Bowly, 1980) menunjukkan kesungguhannya menginginkan bayinya kembali.
Asuhan yang diberikan dengan membantu untuk mengerti bahwa marah adalah sesuatu respon normal terhadap perasaan kehilangan, hindari menarik diri dan membalas dengan marah dan izinkan klien mengekspresikan kemarahannya sepuas mungkin dibawah pengawasan agar tidak membahayakan dirinya maupun orang lain.
c. Tahap penawaran (bargaining)
Tahap ini mungkin merupakan fase yang pendek dan tidak diekspresikan secara verbal. Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan. Ibu yang bersedih akan ’berunding’ dengan Tuhan berjanji bahwa ia akan mendedikasikan bayinya hanya kepada-Nya dengan harapan Tuhan akan mengembalikan anaknya.
Dengarkan dengan penuh perhatian pada apa yang pasangan sampaikan dan mendorong pasangan untuk berbicara karena dengan melakukan hal tersebut akan membantu mengurangi rasa bersalah dan perasaan takut yang mereka rasakan.
d. Tahap depresi (depression)
Tahap depresi dapat menyusul sebagai bentuk kegagalan dalam tahapan ’berunding’, tahapan kemarahan dan bahkan dapat kembali pada periode penolakan. Seseorang sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang bersikap sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputus asaannya, rasa tidak berharga bahkan bisa muncul keinginan untuk bunuh diri. Misal pada wanita yang mengalami keguguran, lahir mati, dan kematian neonatal mengakibatkan timbulnya perasaan kehilangan statusnya, rendah diri, tidak kuat dan perasaan bersalah atas kegagalannya sebagai istri yang baik.
Pada tahapan ini biarkan pasangan mengekspresikan kesedihannya dan dalam hal ini komunikasi non verbal dengan duduk yang tenang disampingnya, memberikan suasana yang tenang tanpa mengharapkan adanya suatu percakapan yang berarti bahkan sentuhan. Berikan penertian pada keluarga bahwa sangat penting pasangan berada dalam kesendirian untuk sementara waktu.
e. Tahap penerimaan (Acceptance)
Pada tahap ini anda yang kehilangan mulai dapat menerima kenyataan, kasih sayangnya pada individu yang hilang mulai luntur dan emosinya berangsur-angsur mulai berkurang pada anak yang hilang, kekuatan untuk menikmati hidup kembali dan sedang menerima ucapan duka cita orang lain untuk membantu memulihkan perasaan kehilangan membutuhkan kerja keras untuk melewatinya untuk dicapai dengan baik pengaruh psikologis yang positif.
Dalam tahap ini, dukung dan bantu pasangan untuk berpartisipasi aktif dalam program pemulihan.
Tabel 6.1. Proses Duka
ENGEL (1964) KUBLER-ROSE (1969) LAMBERT AND LAMBERT MARTOCCHIO (1984) RANDO (1984)
Rando (1984) menolak Penolakan Syok dan ketidakpercayaan Phase menghindari
Pengembalian kesadaran Marah - Berteriak dan protes -
Pemulihan Tawar menawar Pengakuan Kesedihan yang mendalam, disorganisasi dan putus asa Phase konfrontasi
Idealisasi Depresi - Identifikasi kesedihan -
Reorganisassi/ pengeluaran penerimaan Rekonsiliasi/ perdamaian Reorganisasi dan pemulihan Menghidupkan kembali

D. TIPE KESEDIHAN
Tipe kesedihan menurut nanda
1. Berduka Antisipasi
Suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, obyek/ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan (tipe ini masih dalam batas normal)
2. Berduka disfungsional
Suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya di besar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, obyek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang menjurus ketipikal, abnormal.
Kesedihan adalan respon individu saat kehilangan (Corr, Nabe, and Corr, 1996). Kesedihan merupakan manivestasi di bawah ini :
1. Perasaan
adalah sedih, marah, perasaan bersalah, mencela diri sendiri, putus asa, kesepian, letih, kehilangan bantuan, syok, kerinduan, mati rasa.
2. Sensasi fisik
adalah kekosongan pada usus, sesak pada dada/susah menelan, kehilangan energi, kelelahan, mulut kering, kehilangan koordinasi.
3. Pilihan kognitif
adalah kehilangan kepercayaan, bingung, terlalu asyik dengan diri sendiri, pencarian paranormal.
4. Perubahan tingkah laku
adalah susah tidur, kehilangan semangat pada aktivitas yang biasa yang membuat dirinya merasa nyaman, bermimpi tentang kematian, menangis, tidak bias istirahat.
5. Kesulitan dalam bersosialisasi
adalah masalah dalam menjalin relasi atau fungsi social.
6. Pencarian spiritual
adalah mencari sensasi dari arti, marahpada Tuhan (Worden, 1991, as quoted in Corr, Nahe and Corr, 1996)

E. JENIS-JENIS KEHILANGAN
1. Kehilangan obyek eksterna
Kehilangan obyek/kehilangan milik sendiri/bersama-sama misalnya kecurian (perhiasan, uang, perabot rumah) atau kehancuran akibat bencana alam.
2. Kehilangan lingkungan yang dikenal
Bisa diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat di kenal termasuk dari latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen, misalnya berpindah rumah, dirawat di rumah sakit atau berpindah pekerjaan.
3. Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti
Kehilangan yang sangat bermakna/orang yang sangat berarti adalah salah satu kehilangan yang sangat membuat stress, misalnya pekerjaan, kepergian anggota keluarga atau teman dekat, orang yang dipercaya atau binatang peliharaan, perceraian.
4. Kehilangan suatu aspek diri
Kehilangan diri atau anggapan mental seseorang, misalnya anggota tubuh dan fungsi psikologis atau fisik
5. Kehilangan hidup
Dimana seseorang mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya sampai pada kematian yang sesungguhnya, misalnya kematian anggota keluarga, teman dekat atau diri sendiri atau orang yang hidup sendirian dan sudah menderita penyakit terminal sekian lama dan kematian merupakan pembebasan dari penderitaan.

F. TANDA DAN GEJALA BERDUKA
1. Efek fisik
Kelelahan, kehilangan selera, masalah tidur, lemah, berat badan menurun, sakit kepala, pandangan kabur, susah bernapas, palpitasi dan kenaikan berat badan.
2. Efek emosi
Mengingkari, bersalah , marah, kebencian, depresi, kesedihan, perasaan gagal, sulit untuk berkonsentrasi, gagal dan menerima kenyataan , iritabilita, perhatian terhadap orang yang meninggal
3. Efek sosial
a. menarik diri dari lingkungan
b. isolasi (emosi dan fisik) dari istri, keluarga dan teman.

G. TUGAS INDIVIDU YANG BERDUKA
Worden (1991) mengidentifikasi empat tahap tugas individu yang berduka. Wanita dan keluarga yang beradaptasi terhadap kehilangan seseorang yang dikasihi harus memenuhi tugas-tugas berikut
1. Menerima realita kehilangan
Terjadi bila wanita dan keluarganya datang untuk menghadapi realitas kehilangan seseorang telah meninggal dan hidup mereka berubah. Melihat, memeluk, menyentuh dan mengingat adalah cara yang digunakan individu yang berduka untuk dapat memastikan kematian seseorang. Adalah penting bagi wanita dan keluarganya untuk menceritakan kisah mereka tentang peristiwa dan pengalaman serta perasaan kehilangan sehingga secara kognitif dan emosional mereka menerima bahwa seseorang yang mereka kasihi telah meninggal.
2. Menerima sakitnya rasa duka
Ini mengandung makna individu yang berduka harus merasakan dan mengungkapkan emosi berduka yang sangat. Anda atau keluarga merasakan sakitnya berduka dengan intensitas yang berbeda-beda, tetapi kematian biasanya dirasakan sebagai pengalaman berduka yang menyakitkan oleh setiap orang.
Masyarakat secara umum cenderung meminimalkan kematian seseorang karena tidak memiliki hubungan sosial yang nyata atau kedekatan dengan orang yang meninggal tersebut.
3. Menyesuaikan diri dengan lingkungan
Upaya penyesuaian diri dengan tempaan lingkungan setelah menjalani suatu kehilangan berarti belajar mengakomodasi perubahan akibat kehilangan.
Seiring perjalanan waktu individu yang mengalami proses berduka memiliki kesempatan untuk mengubah pandangan mereka tentang bagaimana peristiwa kehilangan tersebut mempengaruhi hidup mereka. Hal ini bukan berarti mereka telah melupakan seseorang yang telah meninggalkannya, tetapi dengan berlalu minggu dan bulan mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan perspektif yang baru. Melanjutkan perasaan yang berbeda dan berbagai cara untuk mengatasi masalah mereka.
4. Kehidupan atau reorganisasi
Melanjutkan hidup atau reorganisi berarti mencintai dan hidup kembali. Orang yang ditinggalkan mulai lebih dapat menikmati hal-hal yang memberikan kesenangan, dapat memelihara diri sendiri dan orang lain, mengembangkan minat-minat baru dan menetapkan kembali seluruh hubungan merupakan ciri-ciri tugas ini.

H. DAMPAK KEHILANGAN
1. Pada masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang, kadang-kadang akan timbul regresi serta merasa takut untuk ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.
2. Pada masa remaja, kehilangan dapat terjadi disintegrasi dalam keluarga
3. Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup, dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan.

I. FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MENYERTAI KEHILANGAN (BERDUKA)
Menurut martocchio faktor – faktor resiko yang menyertai kehilangan (berduka) meliputi :
1. Status sosial ekonomi yang rendah
2. Kesehatan yang buruk
3. Kematian yang tiba-tiba atau sakit yang mendadak
4. Merasa tidak adanya dukungan sosial yang memadai
5. Kurangnya dukungan dari kepercayaan keagamaan
6. Kurangnya dukungan dari keluarga atau seseorang yang tidak dapat menghadapi ekspresi berduka
7. Kecenderungan yang kuat tentang keteguhan pada seseorang sebelum kematian atau kehidupan setelah mati dari seseorang yang sudah mati.
8. Reaksi yang kuat tentang distress, kemarahan dan mencela diri sendiri.

J. PROSES KEHILANGAN (SPORKEN DAN MICHELS)
1. Ketidaktahuan
Tidak adanya kejelasan bagi seorang klien bahwa akhir kehidupannya sudan semakin dekat. Selain itu ketidaktahuan tentang prognosa penyakit dan juga seberapa berat penyakitnya.
2. Ketidakpastian
Suatu kondisi dimana individu tidak mendapatkan gambaran yang jelas tentang bagaimana masalahnya. Individu akan mencoba mencari-cari alasan supaya masalah tersebut segera berakhir.
3. Penyangkalan
Sebagai salah satu upaya pertahanan diri, akibat ketidakmampuan seseorang untuk menerima situasi yang harus dihadapinya, seolah-olah sama sekali tidak mengerti.
4. Perlawanan
Merupakan akibat logis dari fase sebelumnya dan mulai mengembangkan kesadaran bahwa ajal sudah dekat. Wujud fase ini adalah dengan agresi dan biasanya disebut juga fase yang penuh kemarahan dan agresi.
5. Penyelesaian
Bila individu merasakan ketidakbergunaan penyangkalan dan kemarahan maka ia akan merundingkan penyelesaian dengan orang-orang yang memiliki pengaruh dengannya.
6. Depresi
Individu akan mengalami kesedihan yang amt dalam, kesendirian dan ketakutan.
7. Penerimaan
Tidak setiap individu mampu mencapainya. Respon yang diperlihatkan adalah sikap yang tenang, karena ia sadar bahwa ia akan dapat mengatasi masalahnya.

Referensi :

Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC

Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.

Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.

JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir Jakarta. Pusdiknakes.

JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.

Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.

Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.

Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan.